Komunikasi publik yang efektif melalui kemitraan strategis dengan media lokal menjadi kunci bagi industri pertambangan untuk membangun opini positif, menjaga dukungan masyarakat, dan memperoleh izin sosial dalam menjalankan operasinya.
Oleh: Zulfatun Mahmudah, Dewan Pakar Komunikasi Publik Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia-Kutai Timur.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Pertambangan merupakan industri yang rentan isu, bahkan konflik. Kondisi tersebut tidak saja muncul ketika terjadi kesalahan dalam beroperasi. Isu negatif tentang pertambangan, sejatinya telah muncul jauh sebelum operasi pertambangan itu sendiri dilakukan. Dalam setiap tahapannya, baik masa eksplorasi, konstruksi, operasi, hingga pasca tambang, isu negatif akan selalu menyertai industri ini.
Kuatnya opini negatif terhadap pertambangan, membuat publik tutup mata, bahwa ada kontribusi besar yang sejatinya diberikan oleh industri tersebut. Pertambangan memberikan sumbangan signifikan, baik kepada negara maupun masyarakat. Pajak, royalti, sharing profit, hingga CSR, menjadi sumbangan wajib yang nilainya cukup fantastis.
Bagi korporasi berbasis good mining practice, sumbangan tersebut bahkan bukan semata kewajiban. Sumbangan tersebut menjadi bagian tak terpisahkan dari operasi yang dijalankan. Sayangnya, sumbangan besar tersebut tidak mampu menutup munculnya isu negatif, terutama terkait persoalan sosial dan lingkungan. Akibatnya, kontribusi tambang diharap, namun kehadirannya tetap dihujat.
Dalam situasi tersebut, komunikasi publik menjadi faktor penting, terutama bagi korporasi yang telah menjalankan proses penambangan dengan baik. Kontribusi besar yang sudah digelontorkan harus bisa kembali dalam wujud reputasi. Hal itu hanya akan tercipta ketika publik memahami, apa yang telah dilakukan korporasi.
Persoalannya adalah, jalur komunikasi mana yang tepat untuk mengemban misi tersebut? Sebagai industri yang dihadapkan pada begitu banyak persoalan, perusahaan tambang umumnya memiliki beragam platform media. Berbagai informasi, mereka pajang di internal media yang ada. Tentu saja, hal tersebut menjadi salah satu cara mendongkrak reputasi mereka.
Namun demikian, seberapa besar kepercayaan publik terhadap konstruksi informasi tersebut? Tudingan bahwa korporasi beropini sendiri atas semua hal baik yang dilakukan, sangat mungkin terjadi. Istilah ‘jeruk makan jeruk’ pun tak bisa dihindarkan. Dalam situasi tersebut, korporasi harus menggandeng pihak ketiga dalam melakukan penyebaran informasi. Media massa menjadi salah satu alternatifnya.
Keputusan memanfaatkan media massa sendiri perlu hati-hati. Media massa mana yang paling berdampak pada reputasi, harus menjadi pertimbangan tersendiri. Disinilah kinerja komunikasi PR diuji. Kalkulasi biaya komunikasi dan dampaknya terhadap reputasi harus dihitung secara matang. Sebab, dalam kinerja PR, satu rupiah yang dikeluarkan harus kembali dalam bentuk reputasi, bukan caci maki apalagi demontrasi.
Media Lokal dan Suara Lokal
Berbicara reputasi korporasi tidak bisa dilepaskan dari opini publik. Keduanya saling mempengaruhi. Opini publik yang positif akan berkontribusi pada reputasi positif. Reputasi adalah ‘intangible asset’. Meski tidak berbentuk fiansial, namun keberadaannya sangat penting bagi bisnis korporasi. Hal itu akan berdampak pada kelancaran operasi yang berujung pada perolehan keuntungan.
Bagi industri pertambangan, reputasi tidak sekedar ‘intangible asset’. Reputasi menjadi tolok ukur seberapa kuat dukungan masyarakat terhadap operasi korporasi. Opini positif mereka menjadi energi positif untuk menjalankan operasi pertambangan. Pertanyaannya adalah publik mana yang harus menjadi prioritas?
Dalam konteks ini, keberadaan masyarakat lokal harus menjadi perhatian utama. Mereka adalah kelompok yang akan berpengaruh langsung terhadap kelancaran operasi pertambangan. Suara mereka menjadi jzin sosial untuk beroperasi. Disinilah konsep ‘publik’ dan ‘stakeholder’ muncul.
Berbeda dengan publik, stakeholder adalah kelompok yang bisa mempengaruhi dan dipengaruhi secara langsung oleh praktik sebuah korporasi. Definisi tersebut seolah menegaskan bahwa keberadaan masyarakat lokal dan suara mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja. Suara mereka perlu dijaga untuk mendukung kelancaran operasi korporasi.
Realitas tersebut harus menjadi pertimbangan utama bagi tim komunikasi PR pertambangan, dalam memilih rekanan media. Sebab, popularitas dan nama media besar tidak serta merta bisa mempengaruhi apalagi membentuk opini lokal. Proximitas atau kedekatan masyarakat dengan media jauh lebih penting untuk dipertimbangkan.
Proximitas sendiri, bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah media tersebut menjadi rujukan bacaan utama masyarakat di tingkat lokal. Kondisi tersebut tidak tercipta begitu saja. Ada sejumlah alasan mengapa media lokal menjadi rujukan bagi masyarakat lokal, khususnya yang hidup di daerah tambang.
Pertama, media lokal sangat dekat dengan sumber informasi. Mereka bisa menjangkau tempat kejadian dengan cepat dan melihat langsung peristiwa yang terjadi. Kedua, media lokal lahir dan berkembang di lingkungan masyarakat setempat. Mereka memiliki pemahaman budaya pembacanya. Hal itu menjadi kekuatan tersendiri dalam menuliskan informasi yang paling sesuai dengan kondisi pembaca di tingkat lokal. Ketiga, jurnalis media lokal merupakan bagian dari masyarakat setempat. Hal tersebut memungkinkan terjadinya perbincangan secara langsung, yang bisa memperjelas informasi di media. Kumpul-kumpul di warung kopi misalnya, sangat bisa terjadi antara pembaca dan awak media.
Di sinilah kehadiran media lokal menjadi penting. Mereka memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh media besar di tingkat nasional. Dengan demikian, perlu ada re-definisi media ‘mainstream’ dalam konteks industri pertambangan. Media arus utama tidak lagi merujuk pada media besar di tingkat nasional. Bagi industri pertambangan, media mainstream lebih merupakan media yang paling berpotensi membentuk opini lokal.
Oleh karena itu, menjadikan media lokal sebagai rekanan adalah sebuah keniscayaan. Mereka bisa menjadi kepanjangan tangan komunikasi korporasi, untuk mengabarkan berbagai praktik baik yang sudah dilakukan. Pemahaman tersebut diharapkan mampu membentuk opini lokal yang berujung diraihnya izin sosial untuk beroperasi.
- BERITA TERKAIT
- Media Lokal di Padang Pertambangan
- Komunikasi Inklusif: Memperkuat Kepercayaan dan Jembatan Pemersatu Indonesia di Era Digital
- Barcelona Principles 4.0: Apa yang Baru dari Pengukuran Komunikasi Modern?
- Humas Bukan Hanya Corong Melainkan Telinga
- Strategi Pelibatan Media (Media Engagement)