HOME » EVENT » PRIA

Penjurian Insan PR PRIA 2026: Menjaga Amanah Publik di Tengah Ledakan Krisis

PRINDONESIA.CO | Jumat, 19/12/2025
Manager of Communication and Public Relations Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Riczky Syaputra dalam penjurian PR INDONESIA Awards (PRIA) 2026 kategori Insan PR, Kamis (18/12/2025).
doc/PR INDONESIA

Keberhasilan komunikasi krisis tidak hanya diukur dari kecepatan respons, tetapi dari ketepatan penggunaan data, kejelasan narasi, dan keberanian praktisi PR menunjukkan empati yang mencerminkan komitmen perusahaan.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Di tengah sensitivitas publik yang kian tinggi, praktiksi public relations (PR) tidak boleh gegabah dalam menghadapi potensi krisis. Dalam hal ini dibutuhkan data akurat, empati dalam bersikap, serta kejelasan narasi sebagai fondasi agar komunikasi mampu meredam krisis sekaligus menjaga kepercayaan.

Pemahaman tersebut mengemuka dari pengalaman Vice President Public Relations KAI Anne Purba, dan Manager of Communication and Public Relations Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Riczky Syaputra dalam penjurian PR INDONESIA Awards (PRIA) 2026 kategori Insan PR, Kamis (18/12/2025).

Anne menjelaskan, data harus menjadi dasar bagi praktisi PR dalam setiap pengambilan keputusan. Hal tersebut, katanya, perlu digenapi dengan storytelling yang humanis guna memastikan pesan dapat diterima publik secara utuh.

Mencontohkan dengan praktik di KAI, terang Anne, penanganan krisis selalu dilandaskan kepada pemetaan isu secara terukur mulai dari skala kecil hingga besar, dan memilah langkah komunikasi yang perlu atau tidak perlu dilakukan. “Bentuk respons tersebut mencakup penyusunan standby statement, press release, penyelenggaraan konferensi pers, pengelolaan stakeholder relations, penunjukan juru bicara, hingga pemanfaatan media sosial. Dengan pemetaan ini, respons yang diberikan lebih proporsional dan tepat sasaran,” ujarnya kepada dewan juri.

Pendekatan tersebut, lanjut Anne, dapat dilihat dalam penanganan insiden Kereta Bromo Anggrek beberapa waktu lalu.  Di sana, katanya, KAI memilih pendekatan komunikasi krisis yang responsif, empatik, dan humanis, sebagaimana tercermin dari kehadiran Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo yang secara terbuka menyampaikan permohonan maaf sambil membungkukkan badan kepada seluruh pelanggan atas gangguan layanan. “Gestur ini menjadi simbol kuat yang meredakan emosi publik. Ini menegaskan bahwa komitmen perusahaan terhadap keselamatan serta pelayanan,” teranh Anne.

Integritas Terjaga, Kepercayaan Mengikuti

Terkadang krisis juga bisa datang dari pemahaman publik yang kurang kokoh, sebagaimana sempat dialami BPKH. Dijelaskan oleh Riczky, beberapa waktu lalu pihaknya menghadapi krisis lantaran isu yang menyeret ekosistem penyelenggaraan haji. Dalam hal tersebut, terangnya, BPKH harus menjelaskan posisi dan perannya secara jernih. Sebab, sejatinya BPKH berfokus pada pengelolaan dana haji, sementara aspek penyelenggaraan dan kuota berada di bawah kewenangan instansi lain. Namun, katanya, dampak isu tetap harus dikelola agar kepercayaan jemaah tidak terkikis.

Strategi komunikasi yang dijalankan, terang Riczky, berangkat dari prinsip keterbukaan. Beberapa langkah yang ditempuh seperti klarifikasi publik, koordinasi lintas divisi, penyampaian permintaan maaf resmi, hingga implementasi tindakan korektif yang terukur. “Kolaborasi dengan para pemangku kepentingan serta penguatan narasi transparansi menjadi kunci agar publik memahami bahwa dana yang dititipkan jemaah tetap aman, terkendali, dan dikelola secara bertanggung jawab. Proses tersebut ditutup dengan evaluasi internal dan publikasi langkah perbaikan sebagai bentuk akuntabilitas,” jelasnya. (EDA)