Cara NGO Mengomunikasikan Mimpi

PRINDONESIA.CO | Senin, 01/07/2019 | 2.721
Besarnya peran PR bagi NGO.
Ratna/PR Indonesia

Mengomunikasikan aktivitas sosial tak harus melulu mengumbar nestapa, tapi kisah yang menginspirasi, memberi dampak dan solusi.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Hal ini diterapkan secara konsisten oleh non-governmental organization (NGO) seperti World Wildlife Fund (WWF), Rumah Autis dan Thisable Enterprise. Menariknya lagi, ketiganya yang menjadi pembicara di acara ASEAN SPOT 5th Talk Series bertema “PR for Nonprofit: Doing Well Doing Good” yang diselenggarakan oleh The London School of Public Relations (LSPR) Jakarta, Kamis (27/6/2019), sepakat mengomunikasikan aktivitas sosial juga perlu perencanaan dan strategi.

Menurut Elis Nurhayati, Direktur Komunikasi WWF Indonesia, strategi komunikasi dapat membuka peluang yang lebih besar bagi organisasi, apalagi NGO, untuk mendapatkan dukungan pemerintah dan meningkatkan awareness publik. Strategi komunikasi bahkan menjadi pilar pertama dari kelima pilar organisasi nonprofit ini dalam rangka pengembangan merek (brand development). “Strategi ini harus diawali dengan melakukan dan menentukan target audiens,” ujarnya seraya menyebut tiga grup audiens WWF. Yakni, influencer, media, key opinion leaders (KOL).  

Adapun impelementasi untuk mempromosikan dan menjaring dukungan publik bisa dilakukan dengan berbagai cara. Antara lain, secara off-line melalui beragam aksi, mendorong percakapan digital terkait sikap tegas Indonesia menolak perdagangan ilegal satwa liar, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak menggunakan produk berbahan baku satwa liar yang dilindungi, dan meningkatkan partisipasi publik untuk melaporkan tindakan kriminal Illegal Wildlife Trade (IWF) yang bisa diakses secara digital melalui e-Pelaporan.  

 

Buat Perencanaan Bisnis

Sementara bagi Angkie Yudustia, founder dan CEO Thisable Enterprise, NGO juga perlu membuat perencanaan bisnis (business plan). Sampaikan dan komunikasikan perencanaan itu kepada stakeholder, lakukan kolaborasi, dan endorsement. “Business plan itu ibaratnya cara kita menjual mimpi. Sampaikan itu kepada banyak orang. Pastikan mereka meyakini kesungguhan kita, ” ujar perempuan yang juga alumni LSPR Jakarta itu. “Percayalah, di dunia ini banyak angel investor yang bersedia memberikan dukungan kepada siapa pun yang dinilai mampu menebarkan dampak kepada banyak orang dan lingkungan,” imbuhnya.

Upaya mengomunikasikan mimpi ke banyak pihak ini bisa dilakukan lewat peran media. Maka, berkawanbaiklah dengan rekan media dan para influencer. “Media itu senang dengan agen pembawa perubahan, edukasi, dan isu humanis,” ujar Angkie. Dengan cara itu, Thisable Enterprise pun berkembang dari yang awalnya NGO menjadi perusahaan. Perusahaan yang beroperasi sejak 2011 itu kini fokus melatih dan memberdayakan penyandang disabilitas untuk mendapatkan akses pekerjaan yang layak sehingga mereka mampu menjadi bagian dari perekonomian Indonesia. Mereka yang telah terlatih, selanjutnya disalurkan ke berbagai perusahaan mitra yang membutuhkan. Salah satunya, Go-Life, bagian dari layanan GOJEK.

Deka Kurniawan, founder Rumah Autis, merasakan betul pentingnya peran public relations bagi NGO. “Kompetensi PR sangat dibutuhkan bagi NGO,” kata mantan jurnalis itu. Mulai dari kompetensi melakukan komunikasi dengan pendekatan yang humanis dan personal, storytelling yang menggugah serta menginspirasi, sampai merawat relasi yang sudah terbangun sembari terus memperluas informasi dengan memaksimalkan berbagai saluran komunikasi terbaru. (rtn)