Dunia digital membuat PR tidak bisa lagi dengan mudah mengelola persepsi publik mengenai perusahaan. Apakah prinsip tell the truth, nothing but the truth masih bisa dipegang teguh?
BALI, PRINDONESIA.CO – Dunia digital membuat informasi beredar cepat. Kondisi ini membuat setiap insan, termasuk perusahaan tempat kita bekerja seolah-olah diawasi setiap saat. Situasi tersebut tentu berdampak pada kredibilitas, reputasi dan kepercayaan publik.
Untuk menyikapinya, menurut founder International Public Relations Summit (IPRS) Elizabeth Goenawan Ananto, PR perlu lebih transparan dan bicara apa adanya. “Tell the truth, nothing but the truth,” katanya saat menjadi salah satu pembicara di sesi konferensi jelang puncak acara Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) #5 di Bali, Rabu (29/10/2019).
Apabila ada kekhawatiran kebenaran itu akan menciderai perusahaan, public relations (PR) harus memastikan kepada perusahaan, truth seperti apa yang sebenarnya diinginkan. Beri tahu pula risiko-risiko yang akan dihadapi jika perusahaan tidak memberikan pernyataan yang sebenarnya kepada publik. “Memang benar PR harus mewakili perusahaan untuk bicara, tapi sejatinya pihak yang harus mengatakan sebenarnya adalah perusahaan itu sendiri,” ujarnya.
Ingat, kata Ega, sapaan karib Elizabeth, reputasi tidak bisa dibentuk, tapi bisa dirasakan oleh stakeholder. Sementara untuk mencapai reputasi itu butuh waktu yang lama. Reputasi baik akan hancur jika perusahaan melakukan kebohongan kepada publik meski hanya sekali. (den)
- BERITA TERKAIT
- ICON PR INDONESIA 2023- 2024: Menjadi Motor Penggerak
- Pemenang PR INDONESIA Terpopuler: Makin Adaptif dengan Perkembangan Zaman
- Pemenang Insan PR INDONESIA 2023: Bukti Pengakuan
- Dua Tips Meramu Identitas "Brand" yang Kuat
- Mengomunikasikan ESG ke Dalam “Brand Storytelling”