Resep Manajeman Krisis Ala KPK

PRINDONESIA.CO | Rabu, 06/11/2019 | 6.825
Yang menjadi perhatian ketika krisis justru internal.
Freandy/PR INDONESIA

Bagaimana caranya public relations (PR) tetap perform meski institusinya sedang mengalami krisis? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) punya resepnya.  

BALI, PRINDONESIA.CO – Kepala Bagian Pelayanan Informasi dan Komunikasi Publik Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chrystelina GS membedahnya di hadapan peserta sesi pararel workshop jelang Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) #5 di Bali, Rabu (30/10/2019).

Dalam menangani krisis, humas KPK berpatokan pada empat prinsip. Pertama, menjaga reputasi dan memastikan komisi antirasuah tersebut dipersepsikan secara positif sesuai dengan asas kelembagaan seperti kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. Kedua, memiliki kendali atas situasi krisis dan memastikan pesan-pesan kunci yang benar, penyampaian pesan kunci yang akurat, tepat waktu dan diterima, dipahami, serta diyakini oleh stakeholder. Ketiga, antisipasi dan meminimalkan gangguan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan KPK. Keempat, menjaga kepercayaan para pemangku.

Meski begitu, kata Chrystel, begitu ia karib disapa, yang menjadi perhatian ketika krisis justru internal. “Ancaman di KPK itu biasanya memang mengganggu proses organisasi atau tata laksana, kalau terjadi krisis internal harus tahu lebih dulu,” ujarnya.

Apapun yang terjadi pegawai KPK harus tetap melakukan pemberantasan korupsi. Beberapa potensial krisis yang dialami KPK pada pergantian pimpinan, pada tahun 2009, 2015 pimpinan KPK di kriminalisasi saat selesai bertugas. Hal ini berdampak bagi organisasi KPK, khususnya untuk proses penanganan perkara. Sebab, surat perintah penyidikan harus ditandatangani oleh pimpinan.

Selanjutnya revisi undang-undang. Chrystel mengibaratkan kondisi ini seperti merenovasi rumah. Harus ada koordinasi dengan yang punya rumah untuk mengetahui seperti apa maunya. Namun, hal itu tidak terjadi pada KPK.  Inilah yang kemudian menimbulkan ketidaknyamanan di dalam internal KPK. “Apalagi revisi UU tahun ini. Kami tidak dipanggil. Tahu-tahu sudah keluar revisinya,”  ungkapnya.

Lainnya, pelemahan kelembagaan. Penyidik KPK memang bisa dari kepolisian dan penyidik independen. Ketika ada isu pelemahan lembaga, organisasi kebingungan. Bentuk krisis yang dihadapi KPK ada yang berupa ancaman, hoaks/disinformasi, praperadilan, dan proses hukum. Kondisi ini bisa berdampak pada menurunnya kepercayaan publik.

Agar krisis tidak mengganggu kinerja internal, KPK mengadakan town hall meeting. Pertemuan ini bertujuan untuk menginformasikan yang sedang terjadi di lembaga. Mereka juga membuka pertemuan kelompok kecil, membuat produk untuk medsos yang juga diperuntukkan untuk internal sebagai penyemangat dan menguatkan. Membentuk crisis team report, e-mail komunikasi krisis (helpdesk), produk komunikasi internal melalui portal dan medium internal lainnya.

 

Dalam menangani krisis KPK menerapkan 5 C. Antara lain:

“Care”

Pesan yang  disampaikan menunjukkan rasa peduli dan empati terhadap stakeholder yang terkena dampak krisis.

 

“Commitment”

Tanggung jawab menyampaikan pesan akan segera bertindak menyelesaikan, menemukan sumber dan meminimalisasi kejadian berulang.

 

“Consistency and coherency”

Semua pihak mulai dari pimpinan hingga staf harus memberikan pernyataan yang sama.  

 

“Clarity”

Pesan yang disampaikan kepada publik harus jelas, mudah dipahami dan sederhana agar pesan tidak berkembang menjadi informasi yang salah.

 

“Community”

Mengembangkan komunitas dengan berbagai pihak, salah satunya  yang telah dimulai jauh hari sebelum terjadinya krisis.

 

Strategi itu juga dibekali dengan tim manajeman krisis KPK. Di dalamnya meliputi biro hukum yang bertugas menganalisis asal dan akibat krisis, pengukuran/analisa tingkat krisis (eksposur dan ketertarikan media), juru bicara. Sementara Biro Humas bertugas dalam memproduksi produk dan kegiatan komunikasi, memetakan medium untuk keluaran produk. Adapun kepala kedeputian bertugas menganalisis media massa dan media sosial, juga memetakan high profile person, hingga pengelolaan komunikasi internal. “Kami membuka akses seluas-luasnya pada publik, karena KPK milik publik,” tutupnya. (mai)