
Aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) bukan bertujuan untuk bagi-bagi laba (profit). Melainkan cara untuk mencari atau mendapatkan profit dengan lebih bertanggung jawab dan sustainable.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Inilah yang disampaikan Maria R. Nindita Radyati, Direktur Eksekutif Center for Entrepreneurship, Change and Third Sector (CECT) Universitas Trisakti, saat mengungkapkan empat tantangan korporasi dalam menjalankan aktivitas CSR. Pernyataan itu disampaikan jelang CECT Sustainability Awards di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Lebih lanjut ia mengatakan, dari empat tantangan tersebut salah satunya adalah kurangnya kemampuan korporat dalam membangun engagement kepada publik yang terdampak atau penerima manfaat. Padahal, engagment akan memengaruhi cepat lambatnya keberhasilan dari suatu program. Program yang terukur dan selesai dengan hasil yang memuaskan pada akhirnya akan memberikan respons positif dan berdampak pada reputasi perusahaan.
Tantangan lainnya yang kerap dialami perusahaan saat melakukan aktivitas CSR adalah mispersepsi tentang CSR. “CSR itu bukan sekadar donasi, tapi arus mampu memberikan dampak berkelanjutan baik bagi perusahaan maupun stakeholders,” ujar Maria.
Selain itu dalam merancang program CSR tak sedikit perusahaan mengabaikan proses stakeholder mapping dan investigasi. Padahal proses itu penting untuk menentukan isu yang akan diangkat dan strategi yang paling tepat untuk diterapkan. “Dalam pelaksanaan CSR, ISO 26000 dapat digunakan sebagai panduan atau rujukan utama dalam pembuatan pedoman Sustainability Report (SR),” imbuhnya.
Dan lagi, kurangnya kemampuan melaporkan (reporting). Menurutnya, reporting adalah bagian dari komunikasi perusahaan kepada stakeholder yang meliputi internal, publik, hingga investor mereka. “Pelaporan CSR haruslah mengikuti Global Reporting Initiative (GRI). Strategi mengomunikasikan CSR-nya pun harus dilakukan dengan cara dan medium yang tepat,” pungkasnya.
Penilaian
CECT Sustainability Awards dibagi untuk dua kategori. Yakni, apresiasi yang diberikan kepada perusahaan (award for companies) dan kewirausahaan sosial (social enterprises) yang mempunyai kinerja sustainability dan CSR holistik. Pemenang dinilai berdasarkan Sustainable Development Goals (SDG’s) dan ISO 26000 sebagai standar panduan pengelolaan CSR dan keberlanjutan.
CECT Sustainability Awards kali ini diikuti oleh 57 peserta. Terdiri dari 47 companies dan 10 social enterprises. Selanjutnya, terpilih 32 pemenang untuk kategori companies dan 7 pemenang untuk kategori social enterprises. Apresiasi diberikan di Jakarta, Kamis 7 November 2019. (mai)
- BERITA TERKAIT
- Unilever Mengatasi Krisis Air Bersih Dimulai dari Masjid
- Cegah Stunting, Mahasiswa LSPR Institute Rangkul Para Ibu di Bekasi
- Upaya Mewujudkan Desa Bebas Stunting, Mahasiswa LSPR Luncurkan Buku Saku Cegah Stunting di Desa Sindangmulya
- Hapus Stigma Negatif TBC, Otsuka Indonesia Buat Program “Free TBC at Workplaces”
- LSBA Gelar Autisme Awareness Festival ke-15: Dukung Potensi Anak Berkebutuhan Khusus