Menghadirkan konten yang menarik di media sosial menjadi tantangan tersendiri bagi praktisi public relations (PR). Strateginya dikupas di salah satu kelas Social Media Week (SMW) 2019 di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
JAKARTA, PRINDONESIA.CO Perkembangan teknologi informasi ikut memengaruhi kinerja PR. Khususnya, dalam hal menyusun strategi membangun komunikasi di media sosial. Menurut Social Media Asisstant Manager Harian Kompas Cecilia Gandes yang mengisi sesi siang itu, langkah pertama adalah mengetahui dulu tujuan bermedia sosial. “Ketika kita tahu tujuan menggunakan media sosial, karakter media sosial dan audiens yang mau dituju, maka kita akan semakin mudah mengemas konten,” ujarnya.
Selanjutnya, masih Cecilia, ada dua tipe audiens di media sosial. Pertama, rasional. Kedua, emosional. Audiens dengan tipe rasional lebih menyukai konten berupa paparan data, infografik, dan kronologis. Sementara audiens bertipe emosioan pendekatannya lebih kepada storytelling dan analogi. “Untuk tipe-tipe seperti ini kita harus mampu membahasakan data menjadi lebih sederhana,” katanya.
Gandes, begitu ia karib di sapa, mengajak audiens untuk mengenali beberapa sumber ide yang dapat membuat konten menarik perhatian warganet. Pertama, hari-hari penting. “Konten yang kita buat selanjutnya tinggal disesuikan dengan produk atau kampanye perusahaan,” ujarnya.
Kedua, tren. Tren ini bisa disikapi secara spontan, tergantung kesiapan. Berdasarkan pengalaman, biasanya Gandes mengacu pada percakapan yang ada di Twitter. Cara lain, bertanya langsung kepada audiens. Sederhana dan minim anggaran. “Ajak saja mereka ngobrol lewat media sosial. Warganet itu senang ketika kita merespons,” katanya. Percakapan ini selain bermanfaat meningkatkan engagement dan strategi memetakan audiens, juga bisa memberikan insight bagi kita saat membuat konten.
Sesuai Kebutuhan
Kunci membuat konten di media sosial adalah kreatif, kontekstual, relevan, berkolaborasi, dan konsisten. Ketika semua itu sudah diterapkan, selanjutnya berstrategi mengemas percakapan. Menurutnya, percakapan sebaiknya dibangun secara natural. Gaya komunikasinya yang digunakan bisa menggunakan bahasa sehari-hari.
Storytelling bisa menjadi jawaban. “Storytelling mulai tren karena gaya tulisannya seperti mendongeng. Ketika bercerita, audiens tidak merasa seperti sedang digurui,” ujar Gandes. Ia melanjutkan, kemampuan yang penting dimiliki untuk membuat storytelling yang baik adalah copy writing dan pemilihan alur.
Kekuatan storytelling terasa kian dahsyat apabila diterapkan dalam bentuk video. Yang menjadi benang merahnya adalah alur. Maka, mulailah dari masalah, perjalanannya sampai penutup (closing). Ketika membuat cerita, lakukan riset. Terutama, riset terkait sejarah (history) dan perjalanan (journey). “Ketika kita tahu jalan ceritanya dan berdasarkan data, story akan semakin kuat,” imbuhnya seraya melanjutkan lainnya tak kalah penting, tampilan konten.
Kelebihan mengelola hubungan di media sosial, menurut Gandes, PR bisa melihat tingkat loyalitas audiens. Agar loyalitas terhadap kampanye yang dibuat PR meningkat, bisa dilakukan eksplorasi ide, membuat editorial plan, lalu mengarsip kampanye. Jika berhasil, strategi itu bisa dilanjutkan. Gandes merangkum lima tahapan kampanye di media sosial. Antara lain, awareness (mengenalkan permasalahan kepada audiens), a feel (ketertarikan dari segi visual dan cerita yang dihadirkan), ask (mengundang audiens untuk bertanya aktif), actions (memulai dan bergerak bersama audiens). Pada tahap ini audiens sudah mulai mengajak teman-temannya mengikuti konten yang dibuat. (mai)
- BERITA TERKAIT
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab
- Dorong Kecakapan Komunikasi, Kementerian Ekraf Apresiasi Kelas Humas Muda Vol. 2