Digital PR: Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan

PRINDONESIA.CO | Rabu, 29/07/2020 | 6.879
Momentum di digital itu durasinya pendek. Butuh kepekaan dan sensitivitas tinggi.
Dok. Istimewa

Digital menjadi salah satu kompetensi yang harus dimiliki public relations (PR) saat ini. Kenali dan pahami hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Apa saja?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Harry Deje, Managing Director H+K Strategies Indonesia, merangkumnya dalam dos and don’ts yang harus dicermati ketika menjalankan fungsi digital PR. Pria yang menjadi pembicara di acara workshop “Digital PR: Strategy, Skill, Tools, and Data Analysis” yang diselenggarakan PR INDONESIA secara virtual, Rabu (29/7/2020), tersebut mengurainya satu per satu. 

Yang boleh dilakukan oleh PR meliputi, pertama, riding the momentum atau memanfaatkan momentum. Dalam praktiknya, perlu kepekaan dan sensitivitas. Sebab, momentum di digital itu durasinya pendek. “Jika tidak peka dan sensitif, kita bisa dengan cepat kehilangan momennya. Sebaliknya, apabila kita bisa menjadi yang pertama memanfaatkan momentum tersebut, kita akan jadi trendsetter,” kata pria yang karib disapa Deje ini.  

Kedua, PR mesti mengetahui mana berita yang asli dan palsu. Untuk itu, PR harus memiliki kemampuan analitikal dan menyikapinya dengan baik. Lainnya yang harus dilakukan adalah selalu relevan. “PR harus terus membangun relevansi dengan audiens,” ujarnya. Praktisi PR mampu memaksimalkan kebutuhan itu dengan memaksimalkan keberadaan digital.

Lantas apa yang mesti dihindari oleh PR? Pertama, jangan mengikuti ketertarikan pribadi, tapi harus berdasarkan ketertarikan target audiens. Kedua, jangan percaya 100% pada angka yang dikeluarkan oleh digital tools. “Gunakan nalar dan akal sehat kita,” katanya. Ketiga, jangan menempatkan diri kita dalam sebuah kotak. “Kita harus berpikir out of the box sembari tetap melihat dampak yang mungkin terjadi atau dirasakan oleh mitra, pelanggan, pemerintah, dan media,” tutupnya. (rtn)