Angin Segar Bagi Pelaku Media di Masa Pandemi

PRINDONESIA.CO | Senin, 03/08/2020 | 1.649
Hampir 80 persen konten publisher didistribusikan oleh Google dan Facebook. Kondisi ini menuntut redaksi untuk mempelajari algoritma dari mesin pencari.
Dok.Istimewa

Jauh sebelum pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) menghantam dunia, lanskap media telah mengalami pergeseran. Tepatnya, saat mesin pencari (search engine) kian berkembang pesat.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Jika dahulu media konvensional berperan memproduksi sekaligus mendistribusikan konten, kini media hanya sebatas produsen konten semata. Tahapan distribusi dikuasai oleh platform-platform mesin pencari seperti halnya Google.

Wensesiaus Manggut, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), sebelum pandemi Covid-19, media dan perusahaan teknologi sedang mencari titik keseimbangan antara dua dunia ini. Hal ini dikarenakan hampir 80 persen konten publisher didistribusikan oleh Google dan Facebook.

Kondisi ini menuntut para pelaku media, khususnya redaksi, untuk mempelajari algoritma dari mesin pencari. Kompetensi yang dibutuhkan dari seorang jurnalis kini tidak terbatas pada kemampuan menulis berita. “Lebih dari itu, mereka harus memahami search engine optimization (SEO),” kata Manggut saat menjadi pembicara dalam Webinar NGORBIT (Ngobrol Bareng Imogen Team) bertema “Transformasi Media untuk Bertahan di Era New Normal”, Kamis (223/7/2020).

Tak kalah penting, mereka juga mempelajari cara kerja Facebook. Ibarat terminal, situs jejaring sosial terbesar ini mampu menghimpun kerumunan orang. Namun, konten yang bersifat “menggoda” dinilai jauh lebih mencuri perhatian dibandingkan yang santun. “Kondisi itulah yang kemudian menimbulkan banyaknya keluhan tentang kualitas jurnalisme saat ini. Sebab,  newsroom media dipengaruhi oleh algoritma Google dan Facebook,” katanya.

 

Kolaborasi

Merespons keadaan ini, Dewan Pers membentuk Sustainability Media. Mereka bertugas memikirkan masa depan jurnalisme dan perusahaan media di tengah kondisi disrupsi yang makin diperparah dengan adanya pandemi Covid-19. Bisnis media mengalami kemerosotan tajam. Tak sedikit perusahaan media yang terpaksa mengurangi jumlah karyawan, gaji, hingga merumahkan karyawannya.

Meski berdasarkan hasil survei menunjukkan 40 – 60 persen traffic, terutama media lokal daerah, melonjak saat pandemi. Hal ini dikarenakan di saat genting publik akan mencari informasi di tempat-tempat yang dapat dipercaya. Namun, dari sisi pendapatan tetap tak mengalami peningkatan signifikan. 

Berdasarkan kondisi tersebut, tim Sustainability Media berkolaborasi dengan pemerintah, pemerintah memastikan industri media akan menerima sejumlah insentif. Hasilnya positif. Usai mengadakan pertemuan dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate dan Dewan Pers, Jumat (25/7/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani sepakat menyetujui permohonan keringanan tersebut.

Antara lain, pertama, pemerintah akan menghapuskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi kertas koran sebagaimana dijanjikan Presiden Jokowi sejak Agustus 2019. Dalam Peraturan Menteri Keuangan yang menjadi peraturan pelaksana Perpres No. 72 Tahun 2020, akan ditegaskan bahwa PPN terhadap bahan baku media cetak menjadi tanggungan Pemerintah.

Kedua, pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan mengupayakan mekanisme penundaan atau penangguhan beban listrik bagi industri media. Ketiga, pemerintah akan menangguhkan kontribusi BPJS Ketenagakerjaan selama 12 bulan untuk industri pers dan industri lainnya lewat Keppres.

Keempat, pemerintah akan mendiskusikan dengan BPJS Kesehatan terkait penangguhan pembayaran premi BPJS Kesehatan bagi pekerja media. Kelima, pemerintah memberikan keringanan cicilan Pajak Korporasi di masa pandemi dari yang semula turun 30% menjadi turun 50%.

Keenam, pemerintah membebaskan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp 200 juta per bulan. Dan, ketujuh, pemerintah akan menginstruksikan semua kementerian agar mengalihkan anggaran belanja iklan mereka, terutama Iklan Layanan Masyarakat, kepada media lokal. (ais)