Ada banyak faktor yang membuat generasi Z mengambil keputusan membeli produk/brand. Mulai dari iklan, konten di media sosial, hingga rekomendasi dari kelompok terdekat maupun para influencer.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Maka dari itu, penting bagi brand/perusahaan untuk mampu menciptakan konten yang berpengaruh, salah satunya di media sosial. Setidaknya dibutuhkan delapan aspek untuk menghasilkan konten yang relevan sesuai kebutuhan audiens. Wicaksono, content advisor, mengupasnya di acara web seminar Indonesia Content Marketing Forum (ICMF) 2020 bertema “The Impactful Content in Social Media”, Kamis (10/9/2020).
Pertama, konten tersebut harus mampu menjawab kebutuhan/persoalan. Kedua, memberikan solusi. Ketiga, memanfaatkan hal-hal yang sedang menjadi tren di masyarakat dan media sosial. Keempat, pentingnya PR bersahabat dengan algoritma. “Suka tidak suka, konten yang kita unggah di media sosial secara otomatis akan diatur oleh algoritma yang dapat berubah kapan pun, sesuai dengan perilaku/kebiasaan kita di media sosial,” ujar pria yang dikenal dengan nama beken Ndoro Kakung itu.
Semakin sering berinteraksi dengan satu akun tertentu, ia melanjutkan, kita dianggap memiliki kedekatan yang erat. “Oleh sebab itu, algoritma akan sering menyodorkan konten-konten dari akun tersebut,” imbuhnya.
Kelima, waktu yang tepat untuk mengunggah. Keenam, jenis konten baik berupa konten tunggal, carousel, foto, maupun video. Ketujuh, perilaku kita untuk bersosialisasi. Kedelapan, penggunaan tanda pagar/hastag tertentu. “Sebuah konten dapat dikatakan engage apabila mampu menjawab kebutuhan audiens akan informasi mengenai brand/organisasi tersebut,” ujarnya.
Kisah Sukses
Ndoro Kakung lantas membagikan lima kisah sukses dari brand/institusi yang memanfaatkan data storytelling dalam menciptakan konten yang engage di media sosial. Pertama, Boohoo, sebuah brand fashion yang menggunakan jasa influencer sedang memainkan aplikasi TikTok. Kedua, PlayStation. Program membagikan permainan secara gratis selama masa pandemi sukses mendapat jutaan pengikut di media sosial.
Ketiga, The Royal Academy. Museum seni yang memamerkan karya pelukis terkenal asal Prancis dari abad ke-19 di Twitter. Uniknya, mereka menyandingkan lukisan tersebut dengan hasil editan aplikasi FaceApp. Keempat, akun jual beli barang bekas (preloved) Depop yang menjual barang milik selebriti Amerika di akun Instagram menggunakan aplikasi TikTok. Kelima, kampanye “Courage is Beauty” oleh brand Dove yang khusus didedikasikan bagi para tenaga kesehatan di masa pandemi Covid-19.
“Kelimanya memenuhi unsur mulai dari kontennya menyenangkan, relevan dengan kehidupan sehari-hari, menghibur, memiliki nilai, serta menimbulkan keterlibatan audiens,” pungkas Ndoro Kakung. (ais)
- BERITA TERKAIT
- Tiga Institusi asal Indonesia Jadi Pemenang di Ajang AMEC Awards 2024
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab