Keterlibatan masyarakat di media sosial sering dipandang sebagai salah satu bentuk interaksi organisasi/instansi dengan stakeholder-nya.
Oleh: Lizzatul Farhatiningsih, Pranata Humas Kementerian Perdagangan, Dewan Pengurus Pusat Iprahumas Indonesia.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Dikutip dari aptika.kominfo.go.id, selama penerapan work from home (WFH), pengguna internet di Indonesia naik hingga 40 persen. Ini menjadi kesempatan bagi institusi pemerintah untuk meningkatkan interaksi dengan publik melalui media sosial. Untuk itu, saya berkeyakinan pengelolaan media sosial, terutama di masa seperti sekarang, perlu mendapatkan perhatian khusus.
Dalam mengelola media sosial, sangat penting bagi pemerintah untuk lebih dahulu mempelajari target audiens. Antusiasme publik untuk berinteraksi dapat kita lihat dari banyaknya investasi waktu dan energi yang mereka alokasikan untuk dapat aktif berbagi dan menanggapi konten yang diposting oleh organisasi (Pria, Tsai, Chen, & Ji, 2018). Belajar dari penelitian terkait citizen engagement yang dilakukan Chen dkk. (2020) di pemerintah pusat Cina, yaitu Komisi Kesehatan Nasional Cina, valensi emosi masyarakat rupanya memperkuat keterlibatan (engagement) masyarakat di media sosial mereka.
Setelah kasus Covid-19 menjadi krisis, pemerintah Cina mengambil beberapa tindakan untuk mencegah krisis semakin kritis.
- BERITA TERKAIT
- Kunci Utama Memimpin Tim Tetap Solid di Tengah Krisis Komunikasi
- Demokrasi di Meja Makan
- Peran Pengelolaan “Stakeholder” Mendukung Penerapan ESG dan Keberlanjutan
- Pentingnya Juru Bicara dalam Membangun Kredibilitas IKN
- Begini Rahasia Sukses Konferensi Pers