Menjawab Tantangan Komunikasi Sektor FMCG

PRINDONESIA.CO | Senin, 28/12/2020 | 1.835
Publik lebih mengedepankan kebersihan, keamanan, dan kesehatan
Dok. Istimewa

Saat ini dan seterusnya, publik akan lebih mengedepankan faktor kebersihan, kesehatan dan keamanan. Termasuk, cara mereka memilih produk.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Kondisi dan tuntutan yang berubah membuat industri berbenah. Seperti yang dilakukan oleh para pelaku industri yang bergerak di sektor FMCG. Mulai dari melakukan berbagai penyesuaian dan strategi baru, termasuk strategi komunikasi. Hal ini pula yang dilakukan oleh PT Mayora Indah Tbk.

Menurut Global Marketing Director PT Mayora Indah Tbk Ricky Afrianto, pandemi Covid-19 memberi dampak yang cukup menantang bagi industri FMCG, tak terkecuali Mayora. Dampak ini diyakini akan memengaruhi tren ke depan, termasuk tren berkomunikasi.

Salah satu faktornya adalah kesadaran publik tentang kebersihan, kesehatan dan keamanan yang meningkat semenjak adanya pandemi.  Kekuatan brand akan menjadi semakin penting. “Publik akan memilih brand dengan kredibilitas tinggi,” ujar Ricky saat mengisi gelar wicara yang diselenggarakan secara virtual oleh IABC bertajuk “FMCG Business in the Pandemic: Understanding Consumers Expectation”, Kamis (19/11/2020).

Tren berikutnya adalah perubahan konsumsi dari out-of-home menjadi in-home. “Banyaknya masyarakat yang bekerja dari rumah, membuat cara konsumsi bergeser dari produk kemasan kecil menjadi kemasan besar,” ujarnya. Kondisi ini menuntut pelaku industri untuk menyediakan home delivery dengan berbagai pilihan pembayaran. Seperti yang sudah mereka lakukan saat adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Cara mengadopsi teknologi pun berubah. Teknologi mampu menjangkau masyarakat antargenerasi. “Sekarang, kita melihat ibu-ibu berusia lebih dari 50 tahun menggunakan e-wallet, sudah biasa,” ujarnya.

Ubah Strategi

Perubahan kondisi dan perilaku ini mendorong Mayora menyusun kembali strategi komunikasi mereka. Misalnya, komunikasi yang menggambarkan situasi di luar rumah menjadi di dalam rumah. “Setiap berkomunikasi, brand harus memiliki tonality yang positif,” imbuhnya.

Sementara itu, adanya struktur baru dalam riset, yakni jika sebelumnya perlu waktu yang panjang untuk dapat melakukan riset, sekarang bisa via Zoom, membuat mereka dapat segera melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan dan harapan para pemangku kepentingan perusahaan. “Intinya, kita harus agile dan kreatif agar dapat menjangkau konsumen, termasuk di dalamnya dalam berkomunikasi dan menyampaikan pesan,” ujarnya.

Sementara untuk strategi jangka panjang, Mayora berfokus pada tujuan brand dan ekuitas. “Masyarakat mulai melirik tentang tujuan atau value dari brand,” katanya.

Bangun Ekuitas

Ricky mengaku bukan perkara mudah untuk mewujudkan strategi tersebut. Apalagi tantangan dalam menyampaikan pesan makin lama makin sulit. Pemicunya, pertama, terkait mental stage. “Mereka tidak akan mengindahkan pesan kita apabila pesan itu tidak sesuai dengan value mereka,” imbuhna.

Kedua, attention span masyarakat yang kian hari kian pendek. Ketiga, sulitnya menentukan prime time di ranah digital. Keempat, perilaku masyarakat yang hiperaktif. Maksudnya, audiens dapat dengan mudah pindah dari satu kanal ke kanal lain dan mudah terdistraksi oleh aplikasi lain.

Meski berada di tengah banyaknya tantangan, Ricky mengaku enam prinsip Mayora dalam berkomunikasi kepada audiens tidak akan berubah. Pertama, mengedepankan konsep ketimbang produk. Kedua, point of difference. Ketiga, fokus pada konsumen, bukan pada kompetisi. “Prinsip ini akan mendorong kita untuk terus melakukan inovasi,” ujarnya.

Keempat, otentik. Kelima, lebih baik fokus mengomunikasikan stock keeping unit (SKU) yang ada ketimbang menambah varian. Keenam, membangun ekuitas. “Brand harus dikomunikasikan ke masyarakat dengan cara yang memberikan wawasan (insightful),” katanya. (rha/rvh)