Data menjadi suatu hal penting bagi praktisi PR. Data juga dapat membuat cerita menjadi kredibel. Namun, bagaimana cara mengemasnya?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut survei dari Maverick, pola generasi milenial dalam mengonsumsi berita tidak hanya mementingkan kecepatan, topik menarik, dan gaya bercerita yang baik. Lebih dari itu dan paling utama adalah kredibilitas berita.
Ada dua hal yang dibutuhkan agar informasi diserap dan diterima dengan baik oleh audiens, termasuk generasi milenial. Pertama, berdasarkan data. Kedua, membuat data tadi menjadi cerita yang enak dibaca, mudah dipahami, tapi kredibel.
Menurut Redaktur Katadata.co.id Muhammad Ahsan Ridhoi saat mengisi IG Live @inkemarisassociates, untuk menyajikan data yang mudah dipahami, perlu kemampuan bercerita. Alasannya, manusia pada dasarnya senang mendengarkan/membaca cerita. Mereka juga merupakan kelompok homo fabulans alias suka bercerita.
Namun, tidak semua orang mampu menjadi pencerita atau storyteller yang baik. Perlu keahlian untuk dapat menghidupkan cerita. Apalagi jika cerita tersebut berbasis data. Contoh, ketika data menunjukkan tren, maka data itu memiliki keunikan. “Nah, adalah tugas pencerita menemukan keunikan-keunikan tersebut, lalu menceritakannya kepada khalayak,” katanya dalam program yang bertajuk bertajuk “How to Create Stories from Data”, Rabu (17/2/2021).
Keahlian lain yang dibutuhkan, pencerita juga harus memiliki kemampuan visualisasi data. Bagi orang yang kurang menyukai matematika, mereka akan kesulitan ketika berhadapan dengan data. Namun, jika pencerita mampu memvisualisasikannya dengan menarik, dia akan membantu publik yang kurang menyukai matematika tadi lebih mudah memahami. Misalnya, menerjemahkan data lewat tokoh kartun atau infografis.
Sebagai ilustrasi. Berdasarkan data COVID-19 sejak tanggal 2 Maret 2020 di Indonesia, perlu waktu tiga bulan hingga mencapai 100 ribu kasus. Setelah periode itu, kasus berkembang menjadi jauh lebih cepat. Dari sana, muncullah hipotesis. Lalu, lakukan riset mendalam baik kualitatif maupun kuantitatif. Salah satunya, melakukan wawancara dengan para ahli untuk mendukung riset kualitatif. Pada akhirnya, tercipta analisis yang menarik.
Tips
Agar pembaca engage dengan cerita yang kita buat, Ridhoi berbagi tips. Menurutnya, dalam teknik penulisan paling dasar, pencerita harus mampu menempatkan semua pembaca pada posisi tidak tahu. “Kita sebaiknya bercerita bukan dari kacamata kita, namun berdasarkan pengetahuan pembaca,” imbuhnya.
Sebab, tidak semua pembaca memiliki pengetahuan yang sama seperti pencerita. Bisa jadi ada pembaca yang mungkin belum mengetahui tentang positivity rate atau rasio lacak isolasi. Tugas pencerita adalah menjelaskan dengan detail.
Sementara itu, untuk memudahkan pembaca memperoleh data, Katadata menyediakan platform untuk mencari data, yakni databoks.katadata.co.id. Setiap hari, Katadata mengunggah chart data baru berikut deskripsinya. Mulai dari data ekonomi, sosial, budaya, kependudukan, hingga politik.
“Data tersebut kami kompilasikan dari data Katadata dan data-data open source yang kredibel,” imbuhnya. Data ini diharapkan dapat membantu praktisi PR, peneliti, maupun sesama jurnalis dalam membuat maupun menguatkan bahan tulisan. (rvh)
- BERITA TERKAIT
- PRecious Communications Tunjuk Radityo Prabowo sebagai Country Lead Indonesia
- 3 Prioritas Anjari Umarjinto yang Kembali Terpilih Sebagai Ketum PERHUMASRI
- APPRI Luncurkan Buku PR di Indonesia Dari Masa ke Masa
- Momen Pilkada, Ini 4 Alasan Unit PR Butuh Strategi Komunikasi Khusus
- Refleksi Satu Dekade Komunikasi Jokowi dari Para Pakar