Praktisi Komunikasi Ayo Merapat, Bantu Negeri Ini Kelola Limbah Medis

PRINDONESIA.CO | Senin, 29/03/2021 | 1.168
Perlu strategi komunikasi mulai dari literasi dan edukasi kepada masyarakat secara menyeluruh hingga akhirnya membentuk suatu aksi atau perubahan perilaku.
Dok.Istimewa

Sepanjang pandemi COVID-19, negeri ini bukan hanya menghadapi krisis kesehatan, tapi juga menumpuknya limbah medis sekali pakai. Sebut saja masker dan alat pelindung diri (APD). Adakah kontribusi yang bisa dilakukan oleh praktisi public relations (PR)?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Hal ini disampaikan oleh pendiri dan CEO CPROCOM Emilia Bassar saat menjadi moderator di acara webinar bertajuk “Komunikasi Lingkungan untuk Pengelolaan Limbah Medis”, Kamis (25/2/2021). Menurutnya, limbah medis akibat pandemi COVID-19 jika tidak dikelola dengan cara yang tepat sudah pasti akan merusak ekosistem. Lebih dari itu, bisa membahayakan kesehatan manusia, bahkan menjadi media penularan COVID-19, termasuk menulari “pasukan kuning” atau petugas kebersihan.

Dinas Lingkungan Hidup (LH) Provinsi DKI Jakarta mencatat setidaknya ada 12,78 juta kg atau 12.785 ton lebih limbah infeksius yang mereka tangani sejak awal pandemi COVID-19, tepatnya April 2020, sampai 17 Januari 2021. Limbah medis ini umumnya dari fasilitas layanan kesehatan (fasyankes). Namun, semenjak imbauan menggunakan masker, limbah ini banyak ditemukan di sampah rumah tangga.

Menurut Yogi Ikhwan, Humas Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, DLH Provinsi DKI Jakarta bersama Indonesia Solid Waste Association (InSWA) gencar mengampanyekan isu tersebut sejak awal pandemi. Pesan kuncinya, “Yuk, Bantu Lindungi Petugas Kebersihan” serta ajakan agar masyarakat bijak dalam menangani sampah medis. Pesan ini disebarluaskan baik melalui infografis, rilis dan banyak lagi. Isu ini  juga sempat mendapat sorotan dari media massa.  

Harapannya, sambung Yogi, masyarakat terbiasa melakukan pemilahan sampah medis sejak dari rumah. Antara lain, dengan cara menggunting, menyemprotnya dengan disinfektan, meletakkannya di dalam satu wadah khusus atau plastik berwarna kuning. Berbagai upaya ini diyakini dapat memudahkan dan melindungi petugas kebersihan saat melakukan proses pemilahan dan pengumpulan limbah infeksius rumah tangga.

Meski begitu, menurut Ketua Umum Indonesia Solid Waste Association (InSWA) Sri Bebassari, upaya ini tidaklah cukup. Perlu strategi komunikasi mulai dari literasi dan edukasi kepada masyarakat secara menyeluruh hingga akhirnya membentuk suatu aksi atau perubahan perilaku. Sektor yang terlibat juga tidak cukup hanya mengandalkan DLH. Tetapi, Dinas Kominfo, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kanwil Kementerian Agama, hingga lini di akar rumput seperti RT/RW/PKK. Termasuk, para praktisi komunikasi. “Kolaborasi masyarakat memang penting, tetapi di internal pemerintah sendiri juga harus saling bekerja sama,” kata perempuan yang dikenal dengan julukan Ratu Sampah ini.

Sri tak memungkiri hingga saat ini pengelolaan sampah memang belum menjadi prioritas dalam pembangunan Indonesia. Tak pelak kekhawatiran akan keberlangsungan negeri ini makin tinggi manakala limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) makin meningkat selama pandemi. “Ibarat membuat rumah tanpa toilet,” ujar perempuan yang ahli dalam bidang pengolahan sampah sejak tahun 1981 itu seraya berharap fenomena yang sedang terjadi saat ini dapat menjadi perhatian bersama. (ais)