Dinamika KCI Membangun Komunikasi yang Selaras dengan Kebijakan Pemerintah

PRINDONESIA.CO | Selasa, 14/12/2021 | 1.600
Strategi komunikasi KCI menyebarkan "experience higher than seeing and believing".
Freandy/PR INDONESIA

Pandemi turut memengaruhi kinerja PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Perusahaan transportasi publik ini harus beradaptasi dengan sejumlah kebijakan pemerintah agar dapat tetap melayani penumpang, tapi sesuai protokol kesehatan.

BALI, PRINDONESIA.CO – Dinamika mengelola layanan publik, termasuk strategi komunikasinya, selama pandemi disampaikan secara langsung oleh Corporate Secretary PT KCI Anne Purba saat mengisi kelas workshop bertema “Mengelola Konten dan Komunikasi Digital” yang merupakan bagian dari rangkaian acara JAMPIRO #7 di Bali, Kamis (9/12/2021).

Dalam situasi pandemi, kebijakan pemerintah bisa berubah setiap waktu. Kondisi ini menuntut KCI untuk selalu sigap melakukan penyesuaian. Termasuk, mengomunikasikan secara aktif setiap kebijakan dan kebiasaan baru kepada publik, terutama seluruh penumpangnya. “Jika dalam situasi normal, sebelum pandemi, jumlah penumpang KCI mencapai 1,2 juta per hari. Maka, ketika pandemi dengan adanya penerapan jaga jarak, KCI hanya mampu melayani penumpang 100 – 200 penumpang,” ujar Anne.

Informasi dari dan mengenai KCI memang selalu menjadi sorotan dan dinantikan oleh masyarakat. Terutama, mereka yang selama ini sangat bergantung dengan moda transportasi commuter untuk mendukung mobilitas sehari-hari. Selama kurun waktu 2020 – 2021, misalnya, terjadi peningkatan pemberitaan dari  11.816 menjadi 13.963. 

 

Mencari Strategi yang Efektif

Selain berhadapan dengan peraturan baru, Anne bersama seluruh jajarannya juga harus berjibaku menyusun strategi komunikasi yang efektif untuk dapat memberikan penjelasan mengenai berbagai istilah dan kebiasaan baru dengan cara-cara yang relevan dan mudah dipahami kepada publik. Padahal, mereka pun masih awam dengan istilah dan kebiasaan baru tersebut.

Untuk mengatasi tantangan itu, Anne menginisiasi untuk mengadakan layanan contact center secara daring selama 24 jam. Mereka juga harus merespons cepat berbagai isu yang salah atau negatif yang beredar di masyarakat dalam kurun waktu kurang dari 60 menit.    

Ia lantas mengenang ketika pemerintah berencana menerapkan aturan jaga jarak dan membatasi layanan akses transportasi. Anne bersama tim berjibaku menyusun strategi agar KCI tetap dapat memberikan layanan, namun selaras dengan tujuan kebijakan pemerintah. Jika tujuannya adalah menekan angka penularan COVID-19, maka strateginya adalah harus ada aturan jaga jarak di dalam kereta.   

Mereka juga membentuk tim C-Rangers yang mengedepankan pendekatan humanis. Salah satunya, ketika melakukan edukasi tentang jaga jarak. Mereka bahkan memberikan identitas merah yang melambangkan berani menjalani kebiasaan baru.

Selain itu, Anne juga menggandeng timnya yang sudah terverifikasi sebagai selebgram untuk menjadi teladan kepada pelanggan, terutama penumpang yang tidak menggunakan masker. “Dengan cara ini, kami bisa menekan pengeluaran anggaran untuk promosi karena tidak perlu menyewa seleb,” katanya.

Strategi komunikasi selanjutnya adalah menyebarkan experience higher than seeing and believing. “Cerita yang terjadi di stasiun dibawa oleh orang lain di luar stasiun. Cerita ini selanjutnya disebarkan ke komunitas,” katanya.

Ia melanjutkan, “Kami tidak menggunakan buzzer, sebab mereka tidak memilik pengalaman. Justru, kami lebih memilih orang yang sudah berpengalaman naik KRL.” Namun, mereka memanfaatkan jasa top influencer secara resmi untuk memberikan dukungannya mengampanyekan pesan-pesan KCI di media sosial perusahaan.   

Bagi Anne, pandemi telah membawa hikmah tersendiri. “Pandemi mendorong kami untuk semakin mengasah kemampuan mengemas dan membuat konten dengan metode seeing is believing,” tutupnya. (jun)