Peran Perempuan dalam Praktik ESG

PRINDONESIA.CO | Senin, 25/04/2022 | 1.821
Dalam berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, termasuk kelompok perempuan, perusahaan harus mendudukkan perempuan sebagai subyek. Sebab, komunikasi yang mengedepankan pendekatan multi-stakeholder participation dapat menciptakan ekosistem melalui program ESG.
Dok.Istimewa

ESG (Environmental, Social and Governance) telah menjadi isu utama dan barometer bagi perusahaan untuk dapat bertahan sejak pandemi COVID-19. Kondisi pandemi membuat perusahaan kini tidak lagi diukur hanya berdasarkan pada program CSR semata.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Menurut Pakar ESG Herry Ginanjar, ESG dan sustainability merupakan kemampuan manusia untuk dapat hidup di masa depan dengan cita-cita yang diinginkan masyarakat. ESG sendiri merupakan framework investasi yang membantu investor menilai kinerja dan risiko perusahaan.

Pada dasarnya, prinsip-prinsip ESG mempertimbangkan, mengukur, dan melaporkan aspek lingkungan (environmental), sosial (social), dan tata kelola (governance) bisnis perusahaan di samping mempertimbangkan keuangannya. Program ESG juga selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk mencapai masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan.

Lebih lanjut, Herry menekankan bahwa ESG janganlah dipandang sebagai sebuah tantangan. Sebaliknya, ESG perlu dilihat sebagai peluang dalam meningkatkan ketertarikan investor untuk meningkatkan investasi, sehingga dapat menguntungkan pemangku kepentingan perusahaan.

Dalam berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, termasuk kelompok perempuan, perusahaan harus mendudukkan perempuan sebagai subyek. Sebab, komunikasi yang mengedepankan pendekatan multi-stakeholder participation dapat menciptakan ekosistem melalui program ESG.

“Investor akan melihat bagaimana sebuah perusahaan memperlakukan perempuan sebagai wujud keberagaman dan mendukung SDGs poin 5, yaitu kesetaraan gender,” ujarnya saat mengisi Climate Communication Forum (CCF) bertajuk “Emphasizing the S (Women) in The ESG Communication”, Jumat (22/4/2022).

Masih dalam forum yang sama, menurut Linda Gurning, praktisi Sustainability, perempuan adalah aktor yang berperan besar dalam proses konservasi bumi guna mencegah krisis iklim lebih parah. “Perempuan lebih peduli dengan lingkungan hidup dan punya opini yang cukup kuat terhadap krisis iklim, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Hal ini wajar karena di Asia, perempuan punya fungsi domestik merawat keluarga, anak, dan orang tua. Konservasi lngkungan ini sangat memengaruhi kesehatan,” ujar perempuan yang telah berkecimpung selama lebih dari 20 tahun di bidang sustainability itu.

Peraih gelar Master Manajemen Universitas Trisakti itu lantas merekomendasikan beberapa isu terkait perempuan dan ESG. Di antaranya, penerapan kebijakan gender yang mencakup Gender Action Plan (GAP), pemilahan data berbasis gender untuk situasi risiko perubahan iklim, peningkatan kapasitas dan pemahaman mengenai gender bagi pembuat kebijakan, alokasi dana khusus bagi perempuan untuk mengatasi kerentanannya dalam krisis iklim, dan menerapkan mekanisme dan pendekatan proaktif kepada perempuan.

Strategi Komunikasi

Menurut founder dan CEO Center for Public Relations, Outreach and Communication (CPROCOM) Emilia Bassar, strategi ESG perlu diimplementasikan dalam kebijakan dan budaya perusahaan yang bertujuan untuk mengurangi karbon dan emisi. Untuk membangun strategi komunikasi ESG yang efektif, maka perencanaan strategi komunikasi ESG dapat dimulai dari research dan analisis situasi yang dilakukan menggunakan PESTLE (Political, Economic, Social, Technological, Legal, Environmental).

Tahap selanjutnya adalah menentukan SMART Objectives, menyusun key messages, serta menentukan audiens, media, dan taktik komunikasi yang kreatif dan terukur. Strategi komunikasi ESG bertujuan untuk meningkatkan minat investor, komunikasi yang transparan dan empatik, serta menyampaikan metrik pengukuran ESG organisasi (EB/AII).

Terkait isu perempuan dalam lingkup ESG, Emil begitu Emilia akrab disapa, menambahkan bahwa perusahaan atau organisasi dapat melakukan survei untuk menetapkan baseline kesadaran perempuan yang berfungsi untuk merancang program komunikasi ESG bagi perempuan. “Kita juga bisa memberikan wadah untuk dialog dan feedback perempuan terkait isu-isu ESG, dan memfasilitasi kemitraan,” pungkasnya. (ais)