“Nation Branding” Butuh Tim “Issue Management”

PRINDONESIA.CO | Selasa, 26/03/2019 | 127.400
Maria Wongsonagoro, President Director of IPM Public Relations

Oleh: Maria Wongsonagoro, President Director of IPM Public Relations

 

Pada edisi (Juni 2016) lalu, saya menjabarkan tujuan Nation Branding, yaitu untuk mengukur, membangun dan mengelola reputasi positif suatu negara. Termasuk reputasi pemimpin, bisnis, investasi, tourism, masyarakat, komoditas, dan banyak atribut lainnya.

Indonesia pun saat ini tengah giat melaksanakan Nation Branding. Hanya saja dunia sedang mengalami krisis. Mata dunia fokus pada peristiwa-peristiwa terorisme mengerikan seperti di Nice (Perancis), Florida (AS), Autaturk (Turki), dll. Dalam situasi tersebut, bagaimana program dan kegiatan program Nation Branding Indonesia? Indonesia sudah punya strategi dan rencana tindak mengamankan negara. Yang ingin saya bahas di sini adalah pengamanan nama baik dan reputasi dari segi public relations (PR).

Krisis dapat menimpa negara mana pun. Oleh karena itu dari segi PR dan komunikasi, kita perlu mengantisipasi dengan ilmu yang disebut Issues Management. Dasar pengertian ilmu ini adalah penanganan berbagai macam isu sebelum terjadinya krisis (early warning system). Agar dampak negatif isu dapat dikurangi dalam waktu sesingkat mungkin. Di Jepang misalnya, isu gempa ditangani dengan baik melalui prosedur, pelatihan, simulasi bila terjadi gempa.

Melaksanakan Issues Management dapat dimulai dengan menginventorisasi isu-isu potential crisis. Di Indonesia ada berbagai isu seperti terorisme, SARS, kerusakan hutan, korupsi, inkonsistensi regulasi, iklim investasi, dll.

Kita ambil contoh saja terorisme. Langkah-langkah dalam upaya mengamankan Nation Branding adalah, pertama dengan membentuk Tim Issues Management. Tim terdiri dari anggota-anggota yang mewakili bidang keamanan, politik, ekonomi dan bidang terkait lain. Kedua, analisa situasi keamanan dari otoritas yang bersangkutan agar Tim Issues Management dapat mengemas informasi yang diperlukan bila terjadi suatu peristiwa dan pemerintah perlu memberi informasi resmi. Analisa situasi perlu juga memperhatikan public perception tentang isu tersebut, baik publik dalam negeri maupun publik internasional.

Ketiga, menetapkan positioning terhadap peristiwa tersebut. Misal, mengecam pelaku, sedang memburu pelaku, dsb. Ini ditentukan melalui key messages atau pesan-pesan kunci. Keempat, menetapkan juru bicara. Kelima, mempersiapkan beberapa skenario standby statement. Standby statement ini merupakan informasi resmi dan disebarluaskan secepat mungkin. Dalam suatu pertemuan yang diselenggarakan oleh Majalah PR INDONESIA terungkap bahwa 5 menit setelah kejadian bom bunuh diri di Thamrin, Twitter pertama sudah tersebar.  Sedangkan penjelasan resmi pemerintah kalah cepat.

Ubah Mindset

Sistem Issues Management perlu dilaksanakan di tiap kementerian, dipimpin oleh Kepala Humas. Tiap isu dikelola sesuai prosedur, dibekali analisa, positioning kementerian tersebut serta saran penanganannya. Laporan dari kementerian/lembaga berupa laporan pokok yang lengkap (mingguan) dan executive summary (tiap hari).

Tim Issue Management nasional kemudian meringkas semua laporan tersebut dan membuat briefing document yang berisi analisis situasi, positioning, key messages, stakeholders yang disasar dan strategi komunikasinya, juru bicara yang ditetapkan, serta porsi tugas penerima dokumen untuk mengkomunikasikan isu tersebut. Misal, Presiden atau juru bicara nasional menyampaikan hal-hal terkait kebijakan, sedangkan Menteri menyampaikan hal-hal teknis merujuk pada key messages.

Dalam pengamanan Nation Branding, penerapan sistem Issues Management terbentur kendala. Kendala terbesar dalam sistem komunikasi pemerintahan adalah merubah mindset, skill, dan knowledge tentang PR belum matang, serta belum mampu berpikir strategis dalam menetapkan strategi komunikasi yang efektif. Hal ini jelas memerlukan jam terbang yang cukup.

Banyak pihak berusaha untuk meningkatkan pemahaman tentang PR, seperti media (termasuk Majalah PR INDONESIA), lembaga pendidikan, dan para praktisi PR senior. Hanya, usaha lebih banyak perlu dilakukan. Sebab persaingan bukan hanya di bidang perdagangan, pariwisata, atau bidang lain. Melainkan juga bidang public perception, terutama international public perception.