.jpg&w=750)
Menurut External Communications Leader PT United Tractors Tbk Ornella Elizabeth Hutabarat, nilai-nilai keterbukaan, integritas, akuntabilitas dan keberlanjutan menjadi landasan utama untuk mengomunikasikan keberlanjutan, guna terhindar dari praktik greenwashing.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Meningkatnya kesadaran publik akan isu lingkungan, sosial, dan keberlanjutan, membuat seluruh perusahaan berlomba-lomba mencurahkan perhatian terhadap hal tersebut. Implementasinya dapat dilihat dari produk yang dihasilkan, kegiatan yang dijalankan, hingga praktik komunikasi yang digencarkan unit public relations (PR).
Namun, perlu diperhatikan, komunikasi keberlanjutan perlu digarap secara saksama. Sebab, eksekusi secara sembrono dapat mengarahkan perusahaan kepada praktik greenwashing. Istilah ini merujuk kepada upaya menampilkan hal yang sejatinya tidak berkelanjutan sebagai komitmen ramah lingkungan.
Hal tersebut ditekankan oleh External Communications Leader PT United Tractors Tbk (UT) Ornella Elizabeth Hutabarat, dalam workshop IDEAS 2025 bertajuk Enhancing Company Reputation Through Effective Sustainability Communication, di Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Dalam pemaparannya, Ornella mengambil contoh komitmen UT sebagai perusahaan yang bergerak di bisnis alat berat, pertambangan, hingga energi terbarukan terhadap keberlanjutan, yang diimplementasikan lewat rangkaian kegiatan, dan diamplifikasi melalui komunikasi tanpa tanpa rekayasa, penuh tanggung jawab, dan transparan dari level top manajemen sampai pada akar rumput.
“Sebagai bagian dari Astra Group, kami mengadopsi nilai-nilai keterbukaan, integritas, akuntabilitas dan keberlanjutan yang menjadi landasan utama untuk mengomunikasikan keberlanjutan kepada seluruh pemangku kepentingan, dan nantinya diselaraskan dengan standar pada Astra Communication Management System,” ujar Ornella.
Menghindari “Greenwashing”
Greenwashing, seperti telah disinggung di atas, merupakan tantangan utama dalam komunikasi keberlanjutan. Guna menghindarinya, Ornella menjelaskan, praktisi PR bisa menyampaikan informasi terkait dengan tidak melebih-lebihkan alias overclaim. Dalam konteks ini, tegasnya, perlu kehati-hatian dalam mengemas data angka atau pemilihan kata dalam judul.
“Informasi harus dilandasi oleh fakta yang terjadi, kalau ingin menyampaikan data penerima manfaat pastikan lagi angkanya benar, perlunya transparansi terhadap tantangan dan terus konsisten antara narasi dan aksi,” jelasnya.
Selain itu, Ornella juga menyadari bahwa kompleksitas informasi pada isu ESG (environmental, social, governance) memang sulit dipahami. Maka dari itu, penting bagi praktisi PR untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dan mencantumkan data secara bertahap.
“Jangan sampai tergoda untuk memasukkan semua data apalagi data mentah dalam semua konten. Perlu dipilah agar audiens tidak terhujani oleh informasi data yang terlalu banyak,” tutupnya. (eda)
- BERITA TERKAIT
- Community-Driven Narrative” Sudah Harus Jadi Fokus Komunikasi PR Digital
- Tentang Pergeseran yang Tak Terelakkan dalam Praktik PR Hari Ini
- Kampanye PR Digital yang Viral Bisa Dicapai dengan “STEPPS Framework”
- Praktisi PR Harus Cermat Agar Tidak Terjebak “Shadow Boxing”
- Pemenang IDEAS 2025 Sepakat Komunikasi Harus Menciptakan Dampak