Kolaborasi Jadi Kunci Mencapai “Net Zero Emission” 2060

PRINDONESIA.CO | Senin, 15/01/2024 | 1.397
Demi mempercepat Net Zero Emission 2060 perlu kolaborasi banyak pihak, termasuk industri dan pemerintah.
Dok. ReforMiner Institute

Penggunaan energi terbarukan demi mencapai net zero emission tahun 2060 dinilai masih lambat. Penyebabnya diduga karena kurangnya kolaborasi antara industri dan pemerintah

JAKARTA, PRINDONESIA.CO –  Indonesia berkomitmen memenuhi capaian net zero emission atau nol emisi karbon di tahun 2060. Salah satu wujud komitmen tersebut adalah mendorong penggunaan energi terbarukan seperti panas bumi. Adapun Indonesia memiliki potensi panas bumi yang melimpah hingga 23 gigawatt (GW).

Penelitian Reforminer Institute mengungkap, jika seluruh potensi panas bumi Tanah Air beroperasi optimal, emisi gas rumah kaca dapat berkurang hingga 183 juta ton CO2e. Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, jumlah itu setara dengan 58 persen atau 60 persen dari target penurunan emisi gas rumah kaca di tahun 2030.

Kendati demikian, pengembangan panas bumi di Indonesia masih terbentur berbagai kendala sekalipun pemerintah telah menerbitkan banyak regulasi. "Pelaku usaha panas bumi masih merasakan dinamika yang signifikan," ungkap Komaidi dalam webinar Strategi Penciptaan Nilai Tambah Panas Bumi sebagai langkah mendukung Net Zero Emission 2060, Senin (15/1/2023).

Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Julfi Hadi pun sependapat. Beberapa faktor penyebab menurutnya adalah keterbatasan pembeli energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Hal tersebut menyebabkan harga jual sangat tergantung pada pembeli. Selain itu, kurangnya perkembangan teknologi di PLTP dibandingkan dengan industri hulu seperti minyak dan gas juga dinilai menjadi hambatan.

Julfi juga menyoroti kurangnya pengembangan produk sampingan sebagai sumber pendapatan tambahan dari PLTP, dan kelemahan kemampuan teknologi peralatan dalam rantai pasok buatan dalam negeri. Untuk itu, ia menekankan kolaborasi antara industri dan pemerintah adalah kunci mempercepat akselerasi transisi energi menuju energi hijau. "Jadi kuncinya adalah kolaborasi. Baik di dalam Independent Power Producer (IPP) geothermal industry, kolaborasi dengan PLN, maupun dengan pemerintah. Ini menjadi satu-satunya cara bagi kita untuk mempercepat," ungkapnya.

Isu terkait perubahan iklim menjadi topik utama yang diangkat majalah PR INDONESIA Edisi 105 | Th IX | Desember 2023. Selain peran regulasi, dijelaskan bahwa dibutuhkan peran public relations (PR) untuk mengomunikasikan pentingnya transisi energi yang mengarah ke pemanfaatan sumber energi bersih dan ramah lingkungan.

Saat ini di beberapa kementerian penggunaan energi terbarukan juga sudah menjadi perhatian utama. Salah satunya di Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves). Koordinator Humas Kemenko Marves Khairul Hidayati, kepada PR INDONESIA, Rabu (11/10/2023) mengatakan tengah membawa isu tersebut ke dalam berbagai dialog di tingkat regional maupun dunia. Hal ini tak lepas dari perubahan iklim ekstrem yang sudah mulai terjadi.

Seperti apa komitmen pemerintah maupun swasta terhadap penggunaan energi terbarukan ini? Baca selengkapnya di  Majalah PR INDONESIA Edisi 105. (jar)