Menjaga Target Bisnis di Masa Pemilu, PR Tak Boleh Apolitis

PRINDONESIA.CO | Selasa, 23/01/2024 | 1.101

Praktisi public relations (PR) tidak bisa lepas dengan aktivitas politik. Apalagi di masa pemilu seperti sekarang. 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO -  Menyambut Pemilu 2024, praktisi komunikasi baik humas pemerintah maupun public relations (PR) tidak boleh apolitis. Hal ini dikarenakan sikap tersebut dapat memengaruhi pencapaian target bisnis.

CEO Imajin Jojo S. Nugroho mengatakan, di masa pemilu seperti sekarang, semua praktisi humas/PR harus melek dan memahami situasi politik yang sedang berlangsung. Melek di sini, alumnus Universitas Indonesia itu, bukan berarti harus memihak kepada satu kelompok. Sebaliknya, menjaga sikap dan tetap netral.

Oleh karenanya, ujar pria yang diwawancarai oleh PR INDONESIA secara virtual, Selasa (16/1/2024), pemahaman mendalam mengenai lanskap politik menjadi sangat penting di masa pemilu. 

Tak berhenti di sini, Ketua Umum Asosisasi Perusahaan Public Realtions Indonesia (APPRI) dua periode, 2017 – 2020 dan 2020-2023, menyarankan agar PR menyiapkan strategi untuk  menghadapi perubahan sosial yang akan terjadi imbas dari pergantian presiden. Termasuk menyesuaikan dengan kebijakan presiden yang terpilih nanti.

Netral dan Berimbang

Walaupun demikian, kata pria kelahiran 1975 ini, PR harus netral dan berimbang. “Di tengah riuhnya proganda politik yang ada di masyarakat, PR harus fokus pada nilai-nilai institusi atau perusahaan masing-masing,” ujarnya.

Senada dengan Jojo, dilansir dari rri.co.id, Senin (11/9/2024), Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong mengatakan, pentingnya praktisi humas/PR berkontribusi dalam mencegah potensi terjadinya polarisasi menjelang pemilu. “Pihak swasta juga harus turut andil dalam menjaga persatuan, baik di media sosial maupun di kehidupan nyata,” ujarnya.  

Untuk itu, Jojo melanjutkan, pentingnya PR mengantisipasi konstelasi politik yang tidak menentu. Salah satunya, dengan menyusun manajemen krisis yang matang. Ia memberi contoh, ada pimpinan dan karyawan di perusahaan yang tidak bisa menjaga lisannya dengan baik. Kondisi ini memunculkan citra yang tidak baik di mata publik hingga menimbulkan krisis.

Mengingat pemilih pemilu tahun ini didominasi oleh kalangan milenial dan Gen Z, Jojo menyarankan agar PR senantiasa menjaga transparasi dan akutabilitasnya. Apalagi generasi ini sangat suka dengan transparansi dan keaslian (authenticity). (dlw)