HOME » EVENT » PRIA

Memahami Pesan Nonverbal di Balik Cara Berpakaian PR

PRINDONESIA.CO | Selasa, 05/03/2024 | 1.442
Prami Rachmiadi, co-founder dan Chief Marketing Officer JAI’ di sesi Conference The 9th PR INDONESIA Awards (PRIA) 2024 di Bali, Selasa (5/3/2024).
Freandy/PR INDONESIA

Keberhasilan public relations (PR) dalam memilih dan menggunakan pakaian yang tepat dan profesional dapat merepresentasikan identitas perusahaan, memengaruhi, dan menarik kepercayaan publik.

BALI, PRINDONESIA.CO – Dalam peradaban manusia, pakaian bukan hanya kebutuhan, tetapi juga ekspresi diri dan identitas. Bagi seorang praktisi public relations (PR), cara berpakaian menjadi salah satu hal penting yang perlu diperhatikan. Pernyataan ini disampaikan oleh Prami Rachmiadi, co-founder dan Chief Marketing Officer PT Jahit Andalan Indonesia (JAI’) di hadapan para peserta sesi Conference The 9th PR INDONESIA Awards (PRIA) 2024 di Bali, Selasa (5/3/2024).

Menurutnya, pakaian merupakan medium komunikasi nonverbal (artifaktual) yang dapat menginterpretasikan pesan tentang identitas, nilai, dan etika seseorang. “Keberhasilan seorang PR dalam memilih dan menggunakan pakaian yang tepat dan profesional dapat merepresentasikan identitas perusahaan, memengaruhi, dan menarik kepercayaan publik," ujarnya.

Ia melanjutkan, cara berpakaian juga merupakan bagian dari komunikasi yang memulai peradaban. Ketika seseorang memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik, maka "packaging" atau penampilannya juga harus bagus.

Sementara itu, menanggapi pertanyaan Tika, peserta konferensi dari PT Angkasa Pura Propertindo, terkait isu fast fashion dan budaya konsumerisme, Prami menjawab bahwa pakaian merupakan komunikasi peradaban. “Kita dapat mengedukasi masyarakat tentang pola minimalis seperti di Jepang. Warga Jepang membeli dan memakai pakaian dengan bijak untuk jangka waktu yang lebih lama sehingga kita dapat meminimalisasi perilaku konsumtif,” katanya. 

Sekilas tentang JAI’

PT Jahit Andalan Indonesia (JAI') hadir sebagai platform jahit online pertama di Indonesia dengan misi untuk menciptakan ekosistem berbasis digital yang mendukung peningkatan kesejahteraan dan kualitas penjahit di Indonesia.

Mengutip laporan fastbase.com tentang pemangku kepentingan lokal di bidang fesyen, Prami mengatakan, saat ini, hanya 372 penjahit yang terdata. Untuk itu, mereka berkomitmen untuk terus berupaya membantu ribuan penjahit berkualitas agar mendapatkan pengakuan dan penghargaan yang layak. 

“Kami mengajak para mitra untuk berkolaborasi mengembangkan ide kreasi dan inovasi, mulai dari pembuat pola, penjahit, desainer, hingga bagian produksi,” katanya. “Termasuk mengapresiasi orang-orang yang telah berkontribusi dalam membuat penampilan kita menjadi layak dipandang,” imbuhnya.

Di tahun 2024, JAI' berhasil melebarkan bisnisnya di 20 kota di Indonesia, berkolaborasi dengan 150 penjahit dan 200 klien, serta telah memproduksi lebih dari 15 juta pasang baju.(eda)