Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menegaskan, keberhasilan praktisi PR di masa depan akan bergantung pada kemampuan memanfaatkan AI sebagai mitra strategis sekaligus keteguhan dalam menjunjung tinggi standar etika profesional.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyebut, inovasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sejatinya harus diposisikan sebagai mitra strategis, bukan pengganti manusia. Pernyataan itu ia sampaikan dengan merujuk kepada praktik komunikasi publik atau government public relations (GPR) hari ini.
Menurut Nezar, dalam perkembangannya hingga saat ini, AI telah menunjukkan kemampuan membantu banyak aspek kerja GPR mulai dari penulisan siaran pers, analisis data, hingga pemantauan sentimen media. Namun, ingatnya, kecanggihan tersebut sejatinya tidak menggeser peran penting intuisi, empati, dan sensitivitas sosial seorang praktisi GPR. “Kesuksesan praktisi GPR di masa depan akan ditentukan oleh seberapa mahir kita menggunakan AI sebagai penguat strategis, dan seberapa teguh kita memegang standar etika dan kemanusiaan,” ucapnya dilansir dari ANTARA News, Kamis (23/10/2025).
Nezar menjelaskan, standar etika dan kemanusiaan sangat dibutuhkan dalam penggunaan AI, karena hasil AI seringkali kehilangan sentuhan emosional yang penting dalam membangun kedekatan dengan publik. Selain itu, lanjutnya, AI masih kerap melakukan kesalahan penalaran sehingga berpotensi keliru menafsirkan isu. “Padahal GPR bekerja dengan targeted dan to tell the story. Semua ini adalah kemampuan manusiawi yang kita punya,” imbuhnya.
“Human Touch”
Di samping etika dan rasa kemanusiaan, Nezar menegaskan, implementasi AI juga harus dibarengi dengan kemampuan berpikir kritis. Dengan ketiga hal tersebut, katanya, praktisi GPR akan memiliki fondasi kokoh dalam pemanfaatan teknologi secara bijak guna memperkuat pesan dalam komunikasi publik. “Masa depan komunikasi bukan hanya tentang teknologi, tapi bagaimana kita sebagai manusia mengendalikannya. Semoga kita bisa memajukan dunia PR kita dengan AI dan juga lebih manusiawi ke depan,” pungkasnya.
Pandangan Nezar sejalan dengan hasil penelitian berjudul Kompetensi Public Relations (PR) Pada Era Artificial Intelligence Case Study Praktisi PR di Indonesia (2019) karya N. Nurlaela Arief dan M. Arkan Ariel Saputra. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sejumlah tugas rutin praktisi PR memang dapat digantikan dengan bantuan AI. Namun, catat penelitian tersebut, kehadiran teknologi baru seharusnya juga dapat mendorong praktisi komunikasi untuk memahami, menguji ddan mengadaptasi setiap perangkat digital sesuai dengan kebutuhan organisasi. (EDA)
- BERITA TERKAIT
- Wamen Komdigi Kembali Soroti Implementasi AI dalam Kerja GPR
- Gelar Forum Bersama Media, DIKPI Dorong Reformasi Komunikasi di Tubuh Polri
- Menengok Upaya Dinas Kesehatan Sulbar Dorong Penguatan Komunikasi Publik
- Menyoal Seskab yang Dianggap Pilar Komunikasi Pemerintahan Presiden Prabowo
- Kemenko PMK Perkuat Sinergi Komunikasi K/L Terkait Program HTC