Respons PT Telkom Menyusul Dugaan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

PRINDONESIA.CO | Jumat, 24/05/2024 | 2.054
: Kolaborasi eksternal dan internal menjadi cara ampuh menghadapi krisis.
Foto Telkom

PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. dihadapkan dengan krisis akibat dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa fiktif yang merugikan negara. Untuk menghadapi krisis diperlukan peran eksternal dan internal perusahaan.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Tak ada perusahaan yang kebal krisis, termasuk PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Perusahaan pelat merah ini baru saja dihadapkan pada krisis menyusul dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa fiktif di Telkom Group, dengan perkiraan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah.

Mengutip ANTARA News, Rabu (22/5/2024), sebelumnya tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melakukan penggeledahan kantor dan lokasi Telkom pada April lalu. “Meliputi enam rumah kediaman dan empat kantor Telkom,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.

Menanggapi kasus tersebut, VP Corporate Communication Telkom Andri Herawan Sasoko segera angkat suara mewakili perseroan. Ia menegaskan, saat ini perseroan memberikan dukungan penuh terhadap upaya penanganan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK.

Sejalan dengan itu, Andri menekankan, Telkom berkomitmen untuk bersikap transparan dan kooperatif dalam proses hukum yang berjalan, sambil memastikan operasional bisnis maupun kinerja perseroan tetap berjalan seperti sedianya.

Kolaborasi Internal dan Eksternal

Dalam krisis seperti yang tengah dihadapi Telkom, peran public relations (PR) menjadi sangat penting. Corporate Communication Director Danone Indonesia Arif Mujahidin dalam buku 12 Isu Komunikasi Terkini (2021) menuliskan, di periode seperti ini PR harus mengaktifkan semua kanal komunikasi, baik untuk memantau situasi maupun menyampaikan pesan perusahaan.

Selain itu, menurut Arif, salah satu pendekatan yang efektif dalam situasi krisis adalah melibatkan pemangku kepentingan nontransaksional seperti konsumen, mitra, dan otoritas pemerintah untuk menyampaikan pesan perusahaan. “Pesan dari mereka dianggap lebih tulus oleh publik dibandingkan pesan yang disampaikan langsung oleh perusahaan,” tulisnya.

Dalam konteks tersebut, kata Arif, peran PR menjadi sangat penting untuk memantau reputasi perusahaan dan membangunnya melalui strategi yang tepat. Meski begitu, imbuhnya, di sisi lain, organisasi juga membutuhkan peran pihak internal. “Reputasi perusahaan yang baik tercermin dari perilaku karyawannya,” tambah Arif.

Oleh karena itu, baginya, pelibatan karyawan dalam kegiatan membangun reputasi perusahaan harus diupayakan. (jar)