Strategi BPKH Antisipasi Krisis Sejak Dini

PRINDONESIA.CO | Kamis, 08/08/2024 | 1.185
Nurul Qoyimah, Kepala Komunikasi Strategis Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dalam acara MAW Talk episode ke-45, Jumat (2/8/2024).
Tangkapan Layar MAW Talk

Setiap organisasi punya cara masing-masing dalam mendeteksi krisis. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memilih cara ini. Seperti apa?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Sedia payung sebelum hujan. Peribahasa tersebut sangat tepat menggambarkan fungsi public relations (PR) dalam mengantisipasi krisis. Sebagaimana dibenarkan oleh Kepala Komunikasi Strategis Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) Nurul Qoyimah, dalam acara MAW Talk episode ke-45, Jumat (2/8/2024), PR harus senantiasa awas guna mengidentifikasi potensi krisis dalam proses bisnis organisasi.

Adapun dalam praktiknya, terang Nurul, PR harus selalu memetakan potensi masalah yang bisa saja muncul saat organisasi meluncurkan produk atau kebijakan publik. “Dengan memahami potensi masalah, PR dapat lebih peka dan proaktif dalam mengantisipasi krisis,” ujarnya.

Lebih lanjut, peraih gelar Magister Ilmu Komunikasi dari Universitas Pelita Harapan itu menjelaskan, pemahaman PR terhadap potensi masalah dari aktivitas organisasi, harus digenapi oleh pemetaan dan pemahaman terhadap stakeholder eksternal utama, seperti jamaah haji dalam konteks BPKH. “Penting bagi kami mempelajari profil jamaah haji hingga ekspektasi mereka terhadap organisasi guna mengidentifikasi potensi krisis,” terangnya.

Meski mengerahkan fokus kepada stakeholder eksternal, tambah Nurul, PR juga harus memastikan keberlangsungan komunikasi internal secara transparan dan akuntabel, dalam upaya mengantisipasi krisis yang biasanya jauh lebih menantang. "Hal-hal dari eksternal biasanya bisa dikelola dengan baik jika komunikasinya jelas. Namun, krisis internal lebih rumit," katanya.

Deteksi Dini

Nurul pun menegaskan, setiap organisasi harus memiliki kemampuan untuk membaca tanda peringatan dini krisis. Di BPKH, katanya, menganalisis hasil monitoring media merupakan pengejawantahan dari kemampuan tersebut. "Setiap pagi kami mulai hari dengan sarapan hasil monitoring media. Kami melihat berapa banyak berita positif, netral, dan negatif," katanya.

Ia melanjutkan, dalam melakukan monitoring media, pihaknya tidak hanya mencatat jumlah berita negatif dan positif (kuantitatif). Lebih jauh, juga membaca makna di balik sentimen pemberitaan (kualitatif). “Misalnya, di BPKH tren hoaks meningkat menjelang musim haji. Kami sudah tahu itu. Dengan memahaminya, kami bisa menyelami kreativitas para pembuat hoaks dan mengantisipasi lebih baik," sambungnya.

Merangkum semua penjelasannya, Nurul menekankan, SOP (standard operating procedure) memegang peran penting untuk mengatur komunikasi agar rapi dan tertata. Sehingga, tandasnya, ketika ada umpan balik dari publik komunikasi dua arah dapat diterapkan dengan baik. (jar)