Tertantang berkarier di industri yang didominasi pria, memotivasi Nadira untuk keluar dari zona nyaman.
Febriati Nadira - Head of Corporate Communication Adaro Energy
JAKARTA, PR INDONESIA.CO - Seminggu sudah PR INDONESIA menanti kabar dari Ira, sapaan akrab Nadira. Janji akan segera memberikan jawaban via surel terkendala karena agendanya yang super padat. Di tengah penantian dan nyaris putus asa, tiba-tiba, Rabu (12/4/2017), Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk itu menelepon. Dengan nada cepat, ia bertanya, “Masih bisa saya kirim jawabannya saat lunch (makan siang)?”
Jam makan siang sudah lewat, surat dari Ira tak kunjung datang. Perempuan kelahiran Situbondo, 18 Februari 1975 itu kembali tenggelam dalam kesibukan. PR INDONESIA hanya bisa berharap cemas. Surat yang dinanti akhirnya datang selepas magrib. Meski meleset dua hari dari batas yang sudah ditentukan, namun kesungguhannya menepati janji patut mendapat acungan jempol.
Ini adalah tahun ketiga Ira memegang amanah sebagai Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk. Pada tahun 2015, Ira memutuskan keluar dari zona nyaman setelah 16 tahun berkecimpung di industri telekomunikasi. Alasannya sederhana, ia tertantang berkarier di industri energi yang identik didominasi oleh kaum Adam. Hal lain, energi merupakan industri masa depan yang menjadi penopang dan penggerak ekonomi Indonesia.
Fokus utamanya ketika itu adalah membangun awareness dan pemahaman kepada seluruh stakeholder mengenai pentingnya peran pertambangan dan energi bagi masyarakat dan negara. “Upaya tadi tak bisa dibilang mudah karena stigma negatif sudah terlanjur melekat di industri ini,” ujar lulusan Strategic Marketing Management, New York University Stern School of Business, Amerika Serikat ini.
Strategis dan Kritikal
Ira termasuk orang yang berhasil mewujudkan impiannya. Public relations (PR) adalah cita-citanya sejak remaja. Alasannya, karena pofesi ini sangat dinamis, sesuai dengan karakternya: si penyuka tantangan. Belakangan ini, seiring perubahan era dari konvensional ke digital, tantangan yang dihadapi PR makin besar.
Di tengah persaingan yang kian ketat, peran PR makin dinilai strategis dan kritikal di mata perusahaan. Perusahaan merasa wajib membuat strategi komunikasi yang cocok dengan ceruk pasar yang dituju. PR dituntut dapat berpartisipasi dalam menyusun strategi bisnis kepada stakeholders melalui komunikasi yang tepat. Untuk dapat menjalankan peran ini, praktisi PR dituntut menjadi reliable activist, change movement, dan technology proponent.
Sebagai reliable activist, PR dituntut untuk lebih proaktif karena bisnis menjadi lebih kompetitif, responsif melayani berbagai kebutuhan atas informasi dengan tepat waktu dan news-worthy, melengkapi diri dengan data dan news-valued content, serta dapat dihubungi selama hampir 24/7.
Sementara sebagai change movement, praktisi PR harus dapat mengetahui dan memahami kebutuhan seluruh stakeholders, menerjemahkannya ke dalam strategi taktis, sekaligus menjadi tim kreatif yang menginisiasi ide, dan memimpin berbagai aktivitas yang dapat mendorong perusahaan untuk lebih maju. Terakhir, untuk dapat menjadi technology proponent, PR harus dapat hadir dalam berbagai platform yang berbeda.
Sebagai PR perempuan, mampukah mereka menjawab tantangan itu? Ira menjawab tegas, “Seharusnya mampu.” Menurut pengagum sosok Prita Kemal Gani, tidak ada hambatan khusus sebagai perempuan menjalankan profesi PR. Bahkan dalam banyak hal, naluri perempuan yang umumnya lebih sabar, banyak mendengar, luwes, justru memudahkan kaum Hawa dalam menunaikan profesinya. Nah! rtn
- BERITA TERKAIT
- Anita Lestari, Pemenang KaHI 2024: Menyatu dengan PR
- Amalia Meutia, Pemenang KaHI 2024: Mengubah Ketidaktahuan menjadi Pengetahuan
- Agdya P.P. Yogandari, Pemenang KaHI 2024: Tidak Sekadar Kerja
- Asri Fitri Louisiana, Pemenang KaHI 2024: Menjalin Relasi, Merawat Bumi
- Dony Indrawan, Best Presenter PRIA 2024: Berani Tampil