Dyah Rahayu, AVP Corcomm SMF: "PR dan Naluri Perempuan"

PRINDONESIA.CO | Senin, 04/09/2017 | 4.008
SMF kini memiliki corong komunikasi lintas departemen.
Dok. Pribadi

Malang melintang di dunia hukum, akhirnya berlabuh juga ke public relations (PR). Dyah adalah tokoh penting yang melahirkan Departemen Corporate Communication di SMF.   

Dyah Rahayu - AVP Corporate Communication SMF

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Dyah adalah seorang PR yang karakternya terbentuk dari dunia hukum. Sesuai latar belakangnya, lulusan Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini kerap kali ditempatkan di bagian corporate legal di beberapa perusahaan tempatnya bekerja. Baru setelah berada di PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) tahun 2006, ia menghimpun pengalaman kaya warna. Bermula dari corporate legal, ia lantas dipercaya menangani legal procurement, legal compliance, hingga supervisi corporate communication (corcomm) tahun 2009. 

Puncaknya tahun 2010, ia menilai belum banyak publik yang mengenal SMF, BUMN pertama di bawah Kementerian Keuangan. Atas dasar keprihatinan itu, dibantu dengan tim legal, Dyah berinisiatif mengambil alih peran PR. Setelah mendapat lampu hijau dari direksi, SMF akhirnya mulai membuka diri kepada media. Perlu ketekunan mengubah kesan publik yang kerap menganggap SMF sebagai anak perusahaan BTN. “Kami butuh waktu setahun untuk mengubah tone negatif menjadi netral. Belum sampai positif, lho,” katanya kepada PR INDONESIA di kantornya di Jakarta.

Keputusannya mendalami dunia PR terbilang nekat. Apalagi, anak keempat dari lima bersaudara itu mengaku kalau sebenarnya dia tipikal introvert. “Aku ini sukanya membaca. Di sisi lain, aku juga suka tantangan. Tapi tantangan terberatku adalah mengalahkan kelemahan diri sendiri di bidang komunikasi,” ujarnya mengaku. Momentum saat menjadi penasihat hukum bagi anak yang mencuri uang untuk makan itulah yang menyadarkan Dyah pentingnya membangun jiwa PR—memiliki kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi dengan baik. 

Selebihnya, ia mengandalkan nalurinya sebagai perempuan. Menurut Dyah, perempuan cenderung memiliki sensibilitas lebih tinggi ketimbang laki-laki. Perempuan juga mampu membawa alur cerita lebih baik sementara pria cenderung langsung kepada inti persoalan. Karakter yang ada pada perempuan memang identik dengan karakteristik PR. Ada seninya. 

Dalam menjalankan profesinya sebagai PR, Dyah mengaku banyak berkaca pada sosok Magdalena Wenas. Dari President PR Society of Indonesia itulah, ia menyakini PR bukan sekadar orang yang membangun hubungan melalui komunikasi. Tapi, menyatukan yang terpecah menjadi satu kesatuan. Pesan itulah yang kemudian dia praktikkan di lapangan. “Lintas departemen di SMF yang tadinya terkotak-kotak sekarang sudah unite. Kami sudah memiliki corong komunikasi tiap lintas departemen,” ujarnya bangga. 

Makin Dipercaya
Kerja keras Dyah dan tim mulai menampakkan hasil. Kebutuhan akan peran PR di tubuh SMF terus bertumbuh. Pada periode 2011 — 2016, direksi SMF bahkan menganggap media sebagai teman seperjuangan. Atas dorongan itu, Dyah yang kala itu masih tergabung di Divisi Legal and Corporate Relations mulai menyusun strategi komunikasi. Puncaknya tahun 2015, untuk kali pertama SMF memiliki bagian khusus komunikasi (corporate communication) di bawah naungan Divisi Corporate Secretary, bersama dengan marketing communication, web, dan media sosial. Sementara Dyah didapuk sebagai AVP Corcomm. Per 2017, divisinya mendapat tambahan tanggung jawab mengelola hubungan internasional dan government relations.  

Keputusan ini tentu membuat aktivitasnya makin padat. Dalam setahun, Dyah sudah berkeliling ke lebih 27 provinsi untuk mendorong semakin banyak Bank Pembangunan Daerah (BPD) berperan sebagai penyalur kredit pemilikan rumah (KPR). Ia juga kerap keluar negeri untuk menyukseskan program perusahaan membangun relasi. Sulit rasanya dapat beraktivitas dengan lancar tanpa disertai doa dan dukungan keluarga.

Matanya berkaca-kaca ketika mengingat besarnya bentuk perhatian suami dan pengertian yang diberikan kedua anak perempuannya. Kemesraan keluarga kecil mereka juga tampak ketika ia pamit untuk keluar kota atau luar negeri. Berkat dukungan mereka pula, Dyah mampu menyelesaikan strata duanya di Universitas Airlangga, hingga mengantongi berbagai sertifikasi dari legal, auditor, sampai PR di tahun 2016. 

Terhadap dunia PR, ia mengimpikan PR Indonesia diakui di kancah internasional. Menurut Dyah, di era globalisasi, PR di Indonesia sudah seharusnya berkontribusi membawa nama baik negeri ini ke dunia. Untuk itu, ia mengajak seluruh PR di tanah air untuk terus mengasah dan meningkatkan kompetensi. “Jangan stuck hanya menguasai kandang sendiri,” pintanya. rtn