Imbangi Kampanye “On-line” dengan “Off-line”

PRINDONESIA.CO | Kamis, 07/02/2019 | 2.980
Untuk mengonter peredaran hoaks, humas harus mampu membangun relasi tidak hanya dengan awak media, tetapi juga dengan komunitas masyarakat yang memiliki visi dan misi sejalan.
Dok. PR INDONESIA/ Aisyah

Memaksimalkan penggunaan platform media sosial sebagai media kampanye dinilai jauh lebih efektif dibandingkan dengan pemanfaatan media mainstream. Seperti halnya yang dilakukan oleh humas lembaga penegak hukum, KPK.

SURABAYA, PRINDONESIA.CO – Yuyuk Andriati Iskak, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini bahwa penggunaan media sosial sebagai media kampanye program kerja lembaga merupakan bagian dari implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik. Sebab, ketika humas bicara soal media sosial, maka bukan hanya bicara soal millennial. Tetapi media berbasis daring itu kini sudah menyentuh semua lapisan masyarakat, tak terkecuali orang tua dan anak-anak. “Media sosial memudahkan humas menghimpun opini publik, dan dapat mengonter hoaks secara langsung,” ujarnya saat hadir sebagai pembicara di acara “The 22nd PR INDONESIA Workshop Series: How to Develop Creative Content for Empowering On-line and Off-line Public Relations Activities” di Surabaya, Rabu (6/2/2019).

Meski diakui Yuyuk, media sosial yang dikelolanya bersama tim dirasakan belum maksimal dalam membangun komunikasi dan engagement secara interaktif seperti membalas komentar dan pertanyaan. Sebagai jalan keluar, mereka berupaya mengimbanginya dengan mengadakan berbagai kegiatan off-line. Antara lain, mengadakan kegiatan kopi darat antara pimpinan KPK dengan masyarakat untuk sekadar membahas hal-hal yang ingin diketahui oleh publik secara langsung. Disamping itu, lembaga negara yang dimotori oleh Agus Rahardjo ini juga menggandeng para video blogger atau youtuber berkeliling Kantor KPK. “Pengelolaan hubungan ini terus kami jalankan. Acara ini merupakan modal bagi kami untuk lebih mudah mengomunikasikan berbagai program ke publik,” ujarnya.

Yang tak kalah penting adalah mengelola community engagement. KPK sebagai lembaga dengan pergerakan informasi yang dinamis berpotensi besar terjadi pelintiran informasi. Untuk mengonter peredaran hoaks, humas harus mampu membangun relasi tidak hanya dengan awak media, tetapi juga dengan komunitas masyarakat yang memiliki visi dan misi sejalan. Yakni, memberantas korupsi. Seperti halnya Indonesia Corruption Watch (ICW) serta beberapa organisasi mahasiswa.

Perkembangan dunia digital yang begitu pesat—dalam hal ini media sosial—diakui menjadi tantangan terberat bagi humas KPK. Untuk mengantisipasi potensi terjadinya digital crisis, humas menerapkan rambu-rambu dalam bermedia sosial yang harus dipatuhi oleh setiap pegawainya, tak terkecuali bagi para pemimpin. Misalnya, penyidik KPK tidak boleh asal share location dan update Instagram Story terkait pekerjaan atau hal-hal yang sifatnya rahasia.

Jurnalisme Warga

Masih di forum yang sama, Manager Media Communication PT Pertamina (Persero) Arya Dwi Pramita mengamini pernyataan Yuyuk. Menurutnya, hoaks dan berita palsu tak pandang bulu dalam menyerang korbannya.

Seperti yang dialami oleh perusahaan plat merah terbesar di Indonesia ini saat peristiwa bencana alam dan gempa bumi menimpa Palu dan Donggala. Arya beserta tim humas yang berada di Jakarta mengalami banyak kendala ketika harus menyampaikan informasi terkini tentang ketersediaan bahan bakar di lokasi bencana secara berkala.

Keterbatasan personel ditambah lagi dengan kondisi lapangan yang sulit dijangkau pascabencana, memaksa humas  berpikir keras dengan memberdayakan jurnalisme warga atau yang dikenal dengan citizen journalism. Mulai dari pegawai Pertamina yang selamat dari bencana hingga awak kapal pengangkut bantuan secara berkala memberikan laporan pandangan matanya terkait kondisi riil di lokasi kejadian. Selama periode tanggap bencana, Pertamina tercatat telah mengeluarkan 47 rilis media dan 1.755 berita yang dimuat oleh media daring. (ais)