Berhadapan dengan krisis justru membuat adrenalin Jeje, sapaan karib Jerica Deasy Fitriany, makin terpacu.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Seperti ketika masyarakat Wae Sano, Nusa Tenggara Timur, menolak proyek eksplorasi dan pengumpulan data terkait Energi Panas Bumi (Geothermal) PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Sebagai Junior Manager Strategic Communications and Digital Content di perusahaan yang populer dengan akronomi PT SMI itu, Jeje dituntut mampu menjembatani kebutuhan warga setempat dengan manajemen perusahaan, sekaligus mengonter pemberitaan negatif dari media lokal. “Ini adalah krisis terkompleks sekaligus terseru yang pernah saya alami selama saya menjadi PR (public relations),” imbuhnya antusias kepada PR INDONESIA melalui jawaban tertulis, Senin (27/5/2019).
Konflik yang timbul ketika itu tidak hanya dari aspek sosial, tapi juga lingkungan, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian pendekatan yang harus dilakukan pun berbeda-beda serta membutuhkan proses panjang. Mulai dari berdiskusi dengan kepala desa atau ketua adat setempat, melakukan sosialisasi untuk warga lokal, menjalin kerja sama dengan lembaga riset, hingga menyelenggarakan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Awal bergabung di SMI, perempuan yang sebelumnya berkarier sebagai Corporate Communications Specialist di PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), ini fokus pada upaya peningkatan public awareness terhadap brand perusahaan. Tak dimungkiri, keberadaan perusahaan yang bergerak di bidang penyiapan proyek dan pembiayaan pembangunan infrastruktur ini belum dikenal publik. Padahal, perannya substansial: aktor dalam proses pembangunan infrastruktur.
Untuk menjawab tantangan tersebut, penting bagi perempuan yang sedang gemar berinvestasi saham ini, untuk memiliki kompetensi multisektor. Sebut saja, ilmu jurnalistik, multimedia, marketing, public speaking, hingga manajemen. Termasuk, menguasai ilmu ekonomi dan kebijakan publik terkait perusahaan. Pencinta variasi makanan sop iga ini pun berprinsip selalu terbuka terhadap wawasan baru dan bersikap skeptis. “Stay hungry for broader knowledge,” tutur perempuan berusia 29 tahun itu. Sebagai PR zaman now, ia juga harus mampu melakukan stakeholders engagement, riset, mengelola media sosial, dan presentasi yang baik.
“Learning by Doing”
Berbagai jalan pun ditempuh. Mulai dari kembali ke bangku kuliah guna menyelesaikan studi Magister Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia hingga mengikuti PR INDONESIA Fellowship Program 2018 – 2019.
Menurut Jeje, ajang yang rutin diselenggarakan oleh PR INDONESIA ini penting diikuti. Terutama, untuk menyalurkan minatnya di dunia PR, sekaligus sebagai wadah untuk bertukar pikiran seluasnya dengan para praktisi PR lintas institusi dan industri. Di sisi lain, ia akan dengan senang hati berbagi pengalaman kepada generasi penerus PR. “Saya sangat menghargai proses learning by doing,” ujar perempuan yang mengawali kariernya sebagai pengarah gaya untuk Majalah CITACINTA itu. (ais)
- BERITA TERKAIT
- Anita Lestari, Pemenang KaHI 2024: Menyatu dengan PR
- Amalia Meutia, Pemenang KaHI 2024: Mengubah Ketidaktahuan menjadi Pengetahuan
- Agdya P.P. Yogandari, Pemenang KaHI 2024: Tidak Sekadar Kerja
- Asri Fitri Louisiana, Pemenang KaHI 2024: Menjalin Relasi, Merawat Bumi
- Dony Indrawan, Best Presenter PRIA 2024: Berani Tampil