Adanya sengketa informasi, justru membuat mata dan wawasan publik sebagai pemohon informasi, terbuka.
TANGERANG, PRINDONESIA.CO – Pengalaman bertahun-tahun berkecimpung di dunia regulasi Keterbukaan Informasi Publik (KIP), bahkan turut andil membuat UU No 14 Tahun 2013 tentang KIP membuat John Fresly Hutahayan fasih menangani berbagai sengketa informasi. Ilmu ini dengan antusias ia bagikan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang menjadi peserta workshop yang diselenggarakan HUMAS INDONESIA, bagian dari PR INDONESIA Group di Tangerang, Kamis (29/8/2019).
Pada workshop yang bertajuk “Coaching Clinic: Inovasi Pelayanan Informasi Publik” tersebut, John memberi arahan terkait cara membuat daftar informasi dikecualikan dan tips menangani sengketa informasi. Walaupun materi ini terdengar rumit, mantan Komisioner Komisi Informasi Pusat tahun 2013-2017 ini meyakini agar peserta tidak menjadikannya sebagai momok yang membebani. “Pada prinsipnya, setiap informasi dalam lembaga/institusi pemerintahan bersifat terbuka. Bahkan, di lingkup pemerintah daerah. Sembilan puluh persen informasi tidak perlu dirahasiakan,” katanya.
Dalam UU No 14 Tahun 2013 tercatat ada empat kategori informasi. Antara lain, informasi yang harus tersedia setiap saat, informasi yang harus diperbarui secara berkala, informasi serta merta, dan informasi yang dikecualikan.
Informasi yang dikecualikan acap kali dianggap paling sulit dan menimbulkan perdebatan. Padahal, menurut John, cara berpikirnya sederhana saja. Ketentuan ini dimuat dalam UU No 14 Tahun 2013 pasal 17. Selain yang dimuat dalam UU tersebut, tetap terbuka kemungkinan lain. Misalnya, kepala daerah atau institusi lain meminta suatu informasi dikecualikan. Apabila ada kasus seperti ini, tugas PPID adalah melakukan uji konsekuensi.
Uji konsekuensi inilah, yang menurut John, dilakukan dengan cara menyimulasikan beberapa data kualitatif untuk mencari tahu dampak jika informasi tersebut dibuka ke publik. Salah satunya, apakah akan menganggu pertahanan keamanan negara? Apabila kurang yakin, PPID dapat meminta pendapat ahli, atau cukup membuat lembar pengujian konsekuensi untuk kemudian dibawa ke persidangan sengketa informasi di Komisi Informasi.
Terbuka
John lantas mengenang keluhan yang ia terima dari salah satu kepala daerah. Ketika itu Komisi Informasi di daerahnya dinilai memiliki performa buruk karena berhadapan dengan banyak sengketa. Padahal, menurutnya, PPID pada dasarnya tidak akan pernah bisa mengelak dari sengketa informasi publik. “Jadi, sengketa tidak perlu kita takuti,” ujar pria berkaca mata itu.
Ia tak memungkiri, persoalan keterbukaan informasi publik bukan perkara sederhana. Namun, dengan adanya sengketa, justru membuat mata dan wawasan publik sebagai pemohon informasi, terbuka. Khususnya, mengenai regulasi KIP dari sudut pandang KIP sebagai lembaga administratif yang menangani keterbukan informasi.
Meski begitu, akademisi yang pernah menimba ilmu di Nigata, Jepang ini mengimbau PPID untuk melakukan introspeksi. Sebab, sengketa informasi publik bisa terjadi karena ketidaksiapan badan publik dalam menghadapi permintaan informasi. Permohonan informasi publik harus dilayani maksimal dalam kurun sepuluh hari. Kalau PPID tidak segera merespons, bisa disengketakan. “Kuncinya, PPID harus selalu siap dan bekerja cepat,” kata John.
Ia melanjutkan, PPID tidak perlu takut. Sebab, tugasnya dapat dipertanggungjawabkan dan dilindungi hukum. Hal ini pulalah yang membuat PPID memiliki posisi strategis untuk memberikan dan mengecualikan informasi. “PPID seringkali dianggap sebagai pelengkap. Padahal sesungguhnya pelayanan yang dilakukan PPID adalah motor bagi pelaksanaan pemerintahan,” imbuhnya.
Apabila PPID melaksanakan tugasnya dengan baik, ia akan menjadi pihak pertama yang memiliki data-data. Data jika dikumpulkan akan menjadi informasi. Selanjutnya, informasi yang diolah dengan bantuan teknologi akan menjadi pengetahuan (knowledge). Knowledge dapat digunakan untuk membuat berbagai inovasi di badan publik. “Inilah alasannya PPID menjadi penting,” tutup John. Sifat penting informasi ini menuntut PPID memiliki kemampuan untuk memahami regulasi penyediaan informasi publik yang terangkum dalam UU No 14 Tahun 2013. (den)
- BERITA TERKAIT
- Ini Tahapan Mengelola Isu
- Kenali Tiga Model Pendekatan Agar Kampanye PR Makin Efektif
- Ini Kunci Menjadi PR yang Strategis
- Cara Membangun Hubungan yang Efektif dengan Media
- Ini Pentingnya Menjalin Hubungan yang Positif dengan Media Kala Krisis