Generasi milenial yang dikenal future minded mencuri perhatian public relations (PR). Bahkan, mereka ditarget sebagai audiens utama. Meski begitu, bukan perkara mudah mengambil hati dan perhatian mereka. Mengapa?
TANGERANG, PRINDONESIA.CO – Data statistik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2017 menunjukkan presentase generasi milenial mencapai 34 persen dari total penduduk Indonesia. Tingginya persentase ini menandakan mereka memegang kendali atas roda pembangunan. Terutama, di bidang perkonomian menjelang era bonus demografi.
Kondisi inilah yang mendorong para praktisi PR menjadikan generasi usia produktif sebagai sasaran utama berbagai aktivitas komunikasi mereka. Namun, bukan perkara mudah menggaet generasi yang dikenal kritis dan berani itu. Sebab, mereka memiliki karakter unik berdasarkan wilayah dan kondisi ekonomi sosial.
Untuk itu, Account and Sales Manager DM ID Jonathan Kriss mengajak peserta workshop sesi I yang diselenggarakan oleh HUMAS INDONESIA, bagian dari PR INDONESIA Group, jelang puncak Anugerah Humas INDONESIA, untuk mengenali terlebih dahulu profil, karakteristik, serta tingkah laku milenial. “Dalam memilih brand, generasi milenial, cenderung menyukai visual, berdasarkan pengalaman (experience), dan harus merepresentasikan diri mereka,” katanya saat menjadi pemateri di Tangerang, Kamis (29/8/2019). “Harus menarik dan sesuatu yang gue banget,” imbuhnya. Kalau sudah menyentuh titik yang menggambarkan jati diri mereka, yang bersangkutan rela mengeluarkan uang meski dalam jumlah yang tinggi.
Dalam menilai brand, ujar Jo, begitu ia karib disapa, milenial juga tidak melihat dari sisi fungsional semata. Tapi juga dari nilai estetika, personalisasi, serta agenda dibalik aktivitas mereka harus melakukan pengeluaran. Sebut saja, kegiatan amal atau kampanye peduli lingkungan. “Mereka sadar bahwa aksi kecil mampu mengubah negeri ini ke arah yang lebih baik. Hanya, fokus mereka berbeda,” katanya.
Meskipun dikenal cuek dan egosentris, generasi yang juga dikenal dengan sebutan Gen Y ini justru menaruh perhatian yang cukup tinggi terhadap keberlangsungan alam. “Jadi, meski kerap mendapat cap hedonis, sesungguhnya kebiasaan itu hanyalah cara mereka berinvestasi dalam bentuk yang berbeda dari generasi pendahulu,” ujar Jo, menyimpulkan.
Gaya Komunikasi
Milenial memiliki karakteristik berkomunikasi terbuka serta akrab dengan media dan teknologi digital. Bahkan, merupakan pengguna media sosial yang fanatik. Karena lahir dan besar di era kemajuan teknologi, mereka selalu melibatkan teknologi dalam segala aspek kehidupan. Mereka lebih memilih ponsel ketimbang televisi sebagai hiburan.
Tipsnya, pertama, milenial cenderung labil. Untuk itu, dalam membuat kampanye, pesan yang ditekankan harus lebih mengarahkan, tingkat konservatifnya tinggi, serta menggunakan poin komunikasi yang disesuaikan dengan gaya mereka. Kedua, ditengah banyaknya tuntutan kebutuhan dan gaya hidup seperti membeli rumah, mobil, serta melunasi berebagai cicilan, PR harus hadir dengan brand yang bukan sekadar menjadi pilihan. Lebih dari itu, mampu memberi solusi. “Ini adalah karakteristik orang yang lelah jika harus berpikir. Pokoknya, mereka mau terima beres,” pungkasnya. (ais)
- BERITA TERKAIT
- Ini Tahapan Mengelola Isu
- Kenali Tiga Model Pendekatan Agar Kampanye PR Makin Efektif
- Ini Kunci Menjadi PR yang Strategis
- Cara Membangun Hubungan yang Efektif dengan Media
- Ini Pentingnya Menjalin Hubungan yang Positif dengan Media Kala Krisis