Khairul Anwar, ICON PR INDONESIA 2018 – 2019: “360 Derajat”

PRINDONESIA.CO | Senin, 14/10/2019 | 5.999
Yang terpenting untuk dipelajari oleh PR milenial di era serba digital adalah etika dan perilaku.
Dok. PR Indonesia/Freandy

Menjadi satu-satunya praktisi public relations (PR) di hotel berbintang lima menuntut Khairul Anwar berpikir 360 derajat agar dapat berperan optimal.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Pria yang menjabat sebagai Marketing and Communications Manager di Royal Ambarrukmo Yogyakarta ini harus pintar mengelola aktivitasnya mulai dari manajemen penilaian, manajemen krisis, menjalin relasi dengan klien—termasuk rekan-rekan jurnalis, melakukan branding di semua platform media, hingga mengurus kebutuhan hotel collateral

Namun, yang paling berat, kata pria yang karib disapa Awang itu, adalah menghadapi krisis di dunia hospitality. Seperti pengalaman di tahun 2013. Ketika itu terjadi kasus kriminalitas di lingkungan hotel tempatnya bekerja. Kasus serupa terulang lagi di tahun berikutnya. 

Menurut Awang, kejadian kriminal adalah momok paling menakutkan di dalam dunia perhotelan, termasuk bagi PR yang berkecimpung di industri tersebut. “Kriminalitas adalah bad publication karena akan berdampak pada tamu dan tingkat hunian. Mereka jadi takut untuk datang ke hotel kita. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengembalikan lagi kepercayaan publik,” tuturnya kepada PR INDONESIA di Semarang, akhir tahun lalu. 

Segudang tantangan itu justru tak membuatnya mundur. Pria yang dikenal gesit ini justru aktif berorganisasi. Saat ini, Awang dipercaya sebagai Ketua Himpunan Humas Hotel (H3) Yogyakarta periode 2018 – 2020. Menurut pria kelahiran Semarang, 5 April 1989, tujuannya tak lain untuk memperluas jejaring, berbagi pengalaman, menambah ilmu, dan membuka wawasan. 

Ia juga menantang dirinya dengan mengikuti ajang kompetisi. Salah satunya, ICON PR INDONESIA periode 2018 – 2019. “Lewat kompetisi ini saya ingin menularkan gagasan sekaligus menginspirasi generasi penerus PR. Di era serba digital, kita memang harus menguasai hard skill. Tapi itu bisa kita pelajari. Yang terpenting, terutama bagi PR, adalah etika dan attitude (perilaku),” ujar pria yang berprinsip be precious itu.

 

Diplomat

Jauh sebelum menjalani profesinya sebagai PR, Awang pernah bercita-cita menjadi diplomat, bahkan menteri luar negeri. Untuk menggapai mimpinya, ia gencar memperdalam kemampuan bahasa Inggris. Makin fasih semenjak ia menempuh kuliah D3 Jurusan Bahasa Inggris Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Keinginannya itu berubah selepas kuliah. Ketika itu, Awang memilih travelling ketimbang langsung mencari kerja. Pada fase tersebut, ia menyebut dirinya sedang memberi spasi dalam hidup. Selama proses pencarian jati diri itu, pria yang dipercaya sebagai creative director untuk perhelatan Miss Universe saat bertandang ke Yogyakarta dari tahun 2011 – 2014, ini merasa makin mencintai Indonesia. 

Jiwanya kembali memanggil untuk mengenalkan dan mengomunikasikan citra negeri ini ke dunia luar. Cara itu bisa ditempuh, tanpa harus selalu menjadi diplomat. Salah satunya menjadi PR untuk hotel di Yogyakarta, profesi yang hingga saat ini ia tekuni. 

Kepada PR INDONESIA, Awang menepis anggapan PR hotel kerap berperan ganda sebagai sales. “Ketika PR bercerita tentang hotelnya, tujuannya bukan untuk menjual, tapi sebagai bentuk branding yang dikomunikasikan dengan gaya storytelling. Upaya ini juga nantinya akan memengaruhi perkembangan pariwisata di Indonesia,” tutup pria penyuka cokelat itu. (nun/ais)