Akhir tahun lalu, PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk memasuki babak baru. Bukan saja perubahan nama merek menjadi Tugu Insurance, tapi juga transformasi bisnis dari business to business (B2B) menjadi business to consumer (B2C).
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Presiden Direktur Tugu Insurance Indra Baruna membeberkan alasan dibalik transformasi itu secara eksklusif kepada Asmono Wikan, Ratna Kartika dan Mellisa Indah Purnamasari dariPR INDONESIA di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Awalnya, ia melihat begitu besarnya tantangan yang dihadapi korporasi. “Tugu Insurance merupakan dambaan semua industri. Di sisi lain, kami ini sebenarnya fragile,” katanya mengaku. Penyebabnya, captive market perusahaan yang hingga saat ini masih menjadi satu-satunya perusahaan asuransi swasta nasional yang memiliki predikat international rating “A-“ dari AM Best tahun 2016 tersebut hanya bergantung pada satu jenis risiko. Yakni industri migas. “Ada berapa banyak, sih, perusahaan minyak di Indonesia?” ujar pria kelahiran Malang, 22 Juni 1965.
Maka, jangan heran jika terjadi sesuatu di industri migas, perusahaan asuransi migas tidak memiliki likuiditas cukup untuk menutupi klaim. Oleh karenanya, perusahaan yang bergerak di bidang sejenis harus mengikutkan risiko dunia sehingga berlaku sistem volunteritas.
Satu-satunya cara untuk mengamankan Tugu menjadi lebih stabil ke depan adalah dengan melebarkan sayap di luar captive. Perusahaan harus berani “bermain” pada risiko-risiko yang berlawanan. Apa itu? “Ritel,” jawabnya. “Kami memilih untuk mengambil tantangan itu,” kata Indra, yakin.
Kepercayaan diri makin tinggi karena Tugu Insurance sudah memiliki DNA ritel dari induknya, PT Pertamina (Persero). “Inilah mutiara di perusahaan kami yang belum kami asah,” imbuh pria yang mengawali kariernya di PT Astra Internasional tahun 1988, dan terakhir sebagai Presiden Direktur PT Asuransi Adira Dinamika, sebelum dipercaya menakhodai Tugu Insurance tahun 2017.
Pasarnya memang besar, tapi implementasinya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu perjuangan untuk meyakinkan para pemangku kepentingan, bekerja sama dengan banyak pihak dan bekerja cerdas, salah satunya dalam hal berstrategi melakukan rebranding.
Indra memang memberikan perhatian khusus soal rebranding. Perusahaan bahkan mengalokasikan investasi dalam porsi yang cukup besar di bagian tersebut. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, sekitar 30 persen dari total investasi. Alasannya, rebranding menyangkut banyak hal. “Semangat kami saat ini adalah ‘Reaching New Heigts’. Nah, semangat senantiasa beradaptasi dan bergerak menuju arah yang lebih baik yang dicerminkan oleh kesungguhan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan dan calon pelanggan tersebut harus mampu kami terjemahkan, dirasakan dan menjadi ruh yang ditunjukkan melalui perilaku dari setiap karyawan internal kami,” ujarnya. Itu artinya, ada perubahan budaya yang harus dibangun secara berkala yang terangkum dalam 6C. Yaitu, costumer focus, committed, clean, capable, collaborative, dan creative.
Setelah itu, barulah perusahaan menciptakan produk dan layanan yang menggambarkan kesungguhan tadi. Salah satunya, melalui produk yang sudah diluncurkan dan sedang dikembangkan adalah tdrive dan tride. “Ritel hanya prasarana. Ada service (layanan), infrastruktur, image, people, proses yang harus dibangun. Setelah semua itu siap, baru kita go live mengembangkan penjualan,” ujarnya berpendapat.
Jadi, lanjut Indra, turunan rebranding itu melibatkan banyak aspek dan fondasinya harus kuat. Persiapan harus matang, dijalankan bertahap dan berkelanjutan. Di industri asuransi, ketika perusahaan sudah memproduksi polis asuransi kendaraan bermotor, bukan berarti yang bersangkutan dapat diklaim sebagai perusahaan ritel.
Hal ini dikarenakan perusahaan asuransi identik menjual janji. Kredibilitas harus dibangun secara terus menerus mulai dari perilaku sampai layanan guna memenuhi janji yang sudah disepakati. “Kalau kita janji klaim selesai dalam waktu 15 menit, ya, harus 15 menit. Kalau kita bilang kualitasnya bagus, kita harus berani menjamin. Hanya dengan cara itu kami dapat memperoleh trustsehingga publik tidak ngawang-ngawang dalam mempersepsikan semangat dan komitmen perusahaan,” katanya.
“Brand Champion”
Bagi Indra, komunikasi internal yang baik menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan rebranding. Perusahaan harus menyusun strategi, standarisasi, tahapan hingga setiap insan Tugu Insurance mengerti, bahkan menjiwai semua esensi dari seluruh komponen yang ada di dalam tubuh perusahaan. “Perlu proses panjang untuk sampai di tahap ini,” imbuhnya.
Setelah itu barulah perusahaan membangun aspek eksternal, mulai dari membuat kluster pelanggan hingga melakukan publikasi secara luas ke luar. “Saya tidak bisa membayangkan jika suatu saat ada orang yang bertanya kepada karyawan kami tentang maksud dari perubahan logo, atau ketika dia melakukan promosi, tapi yang bersangkutan tidak paham esensinya,” ujar Indra.
Ia merujuk The Cointaner Store, perusahaan yang memproduksi tempat penyimpanan asal Amerika Serikat. Suatu ketika ada seorang nenek di bandara yang kebingungan karena harus mengirim barang milik suaminya ke luar negeri. Di antara sekian banyak orang, matanya hanya tertuju pada satu orang untuk dimintakan bantuan. Orang itu bertanya penasaran, “Nek, dari sekian banyak orang, kenapa Nenek memilih saya?” Nenek itu menjawab, “Karena kamu memakai seragam The Container Store.”
Indra mengaku hatinya bergetar ketika mengetahui kisah itu. “Sebegitu melekatnya kepercayaan dan kecintaan masyarakat terhadap suatu perusahaan hingga kita pun dapat melihat semangat yang menyala-nyala dari setiap karyawan mereka,” ujarnya. Inilah yang ingin ia tanamkan kepada seluruh karyawan Tugu Insurance. Dan, di sinilah sebenarnya peran PR: membangun komunikasi yang tak hanya terdengar ke luar, tapi juga solid sampai ke dalam.
Upaya untuk mewujudkan mimpi itu dimulai dari personal training secara masif, manajemen harus rajin mengingatkan kembali tentang unsur-unsur pelayanan dan esensi perusahaan kepada karyawan, dan secara struktural menjadi bagian dari key performance index. Untuk memotivasi, mereka juga memberikan apresiasi/penghargaan kepada karyawan yang menjalankan aktivitasnya selaras dengan value perusahaan. Selain itu, menunjuk brand champion atau para pemimpin perubahan sekaligus influencer di kalangan internal. “Rebranding adalah pekerjaan berat yang tidak akan selesai dalam kurun setahun,” tutupnya. (rtn)
- BERITA TERKAIT
- Budi Wahju Soesilo, Dirut Pupuk Kaltim: Mengawal Ketahanan Pangan Melalui Produksi & Distribusi Pupuk
- Agus Cahyono Adi, Kementerian ESDM: Peran Strategis Humas Kementerian ESDM
- Komitmen Peningkatan SDM, Dirut PGE Raih Penghargaan HCPA 2023
- Dirut Pertamina Nicke Widyawati Jadi Satu-satunya Wanita ASEAN di Most Powerful Women 2023
- Presdir Unilever Indonesia Raih Asia's Most Inspiring Executives dari ACES Awards