Eva Chairunnisa memang baru genap dua bulan hijrah ke PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Kepala Humas KAI Daop 1 Jakarta. Namun, warisannya selama lebih dari enam tahun saat mengabdi di PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sebagai PR tidak boleh dilupakan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Akhir 2011, kala ia kali pertama menapakkan kakinya di KCI, anak perusahaan KAI yang dulu bernama PT KAI Commuter Jabodetabek itu sedang mengalami krisis bertubi-tubi. Di sisi lain, begitu masuk di KCI, perempuan yang sebelumnya dikenal sebagai jurnalis televisi/anchor di salah satu stasiun televisi dan tak memiliki ilmu komunikasi atau public relations (PR) itu langsung dipercaya sebagai Manajer Corporate Communication.
Banyak orang berpendapat Eva sedang apes atau sial. Penyebabnya, ia mengambil keputusan hijrah di saat perusahaan tersebut sedang ditimpa banyak masalah. Namun, ia berpendapat sebaliknya. “Justru pada saat terjadi masalah seperti itu saya merasa tidak ada capeknya. Kreativitas dan semangat kerja saya makin keluar,” kata perempuan yang merasa jenuh ketika perusahaan berada dalam kondisi landai.
Ketika tragedi Bintaro, misalnya, perempuan lulusan Psikologi Universitas Indonesia itu sampai begadang dan tidak pulang kantor selama tiga hari. Beruntung, ia memiliki suami yang suportif. “Dia datang ke kantor sekadar mengantarkan baju ganti,” kata Eva yang memahami makna passion setelah melalui berbagai krisis.
Di eranya, PR naik kelas. Kedudukannya strategis berada langsung di bawah leher pimpinan. Kariernya pun melesat. Untuk kali pertama KCI memiliki posisi VP Corporate Communications, dan ia adalah karyawan juga perempuan pertama yang dipercaya menduduki kursi tersebut.
Saat ditarik ke KAI, Eva berjumpa dengan tantangan baru. Ia pun harus belajar lagi, khususnya terkait pengoperasian kereta jarak jauh. Lagi-lagi ia tak ciut. Bagi Eva, ini adalah kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih lengkap tentang dunia perkeretaapian. “Yang terpenting dalam menyusun strategi komunikasi yang tepat dan baik adalah mengetahui semua proses dan industri di mana kita bekerja secara mendetail dan menyeluruh,” ujar perempuan yang kini berhijab itu.
Di awal perjalanannya bersama KAI ini, ia memfokuskan perhatiannya untuk membuka jalur komunikasi yang lebih luas dengan berbagai stakeholder baik internal maupun eksternal. Berbagai program pun dipersiapkan. Untuk eksternal, misalnya, memberikan pemahaman dan sosialisasi dengan cara mengadakan pertemuan secara berkala, meningkatkan keterbukaan informasi melalui media digital, bekerja sama dengan sejumlah media on-line, termasuk media konvensional, hingga merangkul komunitas pencinta kereta api.
Niat Baik
Sementara strategi komunikasi di kalangan internal diperkuat dengan keberadaan majalah internal. “Semua upaya yang kami lakukan pada intinya bertujuan mendorong seluruh stakeholder menjadi PR untuk KAI,” imbuh Eva yang berencana membuat program pertemuan bersifat informal antara pimpinan dengan karyawan secara rutin sehingga semua pihak ikut terlibat membangun KAI, terutama dalam hal menggali ide-ide kreatif.
Di tengah kesibukannya, Eva kerap meluangkan waktu bersama keluarga tercinta. Adakalanya ia membawa serta anak-anaknya saat libur sekolah sementara ia harus masuk kerja. Eva juga bersyukur karena tempat tinggalnya berdekatan dengan keluarga. Sehingga, ketika sosoknya tak bisa selalu ada di rumah, buah hatinya tak pernah merasa kesepian karena bisa leluasa bermain dengan sepupu-sepupunya. “Selama kita punya niat baik dalam hal apapun, insya Allah akan berjalan dengan baik. Termasuk soal pekerjaan dan anak,” tutupnya. (rtn)
- BERITA TERKAIT
- Anita Lestari, Pemenang KaHI 2024: Menyatu dengan PR
- Amalia Meutia, Pemenang KaHI 2024: Mengubah Ketidaktahuan menjadi Pengetahuan
- Agdya P.P. Yogandari, Pemenang KaHI 2024: Tidak Sekadar Kerja
- Asri Fitri Louisiana, Pemenang KaHI 2024: Menjalin Relasi, Merawat Bumi
- Dony Indrawan, Best Presenter PRIA 2024: Berani Tampil