AI Membuat Profesional PR Berkembang

PRINDONESIA.CO | Selasa, 28/01/2020 | 4.601
Big data memungkinkan konten PR menjadi lebih kaya karena bisa dipersonalisasi.
Dok.PERHUMAS

Kehadiran kecerdasan buatan (artificial intelligence) serta big data membuat aktivitas public relations (PR) banyak mengalami transformasi.

YOGYAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut Nila Marita, Chief Corporate Affairs Gojek, ada dua kemampuan yang harus dimiliki praktisi PR di tengah era digital seperti sekarang. Pertama, bersikap lincah (agile). Terutama, dalam hal mengelola alur komunikasi seperti yang dirasakan Gojek, perusahaan berstatus Decacorn SuperApp.

Ia bersama timnya dituntut untuk selalu siap menyesuaikan perubahan rencana komunikasi yang bisa terjadi kapan pun. “PR harus siap agile, mampu memanfaatkan momentum dan sensitivitas,” ujar perempuan yang karib disapa Nila itu di hadapan para peserta Konvensi Nasional Humas (KNH) 2019 di Yogyakarta, Selasa (17/12/2019).

Kedua, PR harus mampu melakukan komunikasi secara terintegrasi. Contoh, saat Gojek melakukan rebranding pertengahan tahun 2019. Salah satu perusahaan raksasa ride-hiling (berbagi tumpangan) ini berupaya menciptakan konsep peluncuran logo baru yang terintegrasi. Langkah tersebut diawali dengan peluncuran teaser di media sosial, memberikan surat kepada seluruh mitra pengemudi yang ditulis langsung oleh Nadiem Makarim—CEO Gojek pada saat itu, memasang billboard di media luar ruang, hingga mengusung slogan menarik.

“Ini kabar baik bagi PR. Big data memungkinkan konten kita menjadi lebih kaya karena bisa dipersonalisasi. Kita juga bisa melakukan engagement dan mengapresiasi konsumen secara lebih personal,” katanya.

 

Jadi Jawaban

Nurlaela Arief, Director Communication dan Alumni Relations SBM Institut Teknologi Bandung (ITB) sependapat. Ia menilai big data dan kecerdasan buatan mampu menjadi jawaban di tengah era ketidakpastian informasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang ia lakukan selama setahun terakhir menunjukkan begitu banyak potensi big data serta AI yang bisa dioptimalkan untuk semakin memudahkan pekerjaan public relations (PR). ”Kecerdasan buatan itu memiliki kemampuan, salah satunya, personalisasi,” ujar Lala, sapaan karib Nurlaela, saat saat menjadi pembicara di acara yang sama.    

Artinya, ujar mantan Head of Corporate Communications PT Bio Farma (Persero) itu, PR dapat dengan mudah menyesuaikan kepentingan industri dengan kebutuhan target audiensnya. Lebih dari itu, AI dan big data juga dinilai mampu menyederhanakan konten, melakukan otomatisasi, hingga mengelola isu sekaligus memonitor isu sebelum terjadi krisis. Bahkan, keduanya juga mampu memprediksi isu apa yang akan berkembang ke depan.

Kompetensi yang harus dimiliki PR pun makin berkembang. Selain kemampuan dasar (menulis, produksi konten, dan public speaking), PR harus mampu menganalisis data. Contoh, programming in art, python, dan SAS programming. Pengetahuan dasar tentang pengolahan data ini penting agar PR dapat lebih mudah saat memberikan penjelasan kepada CEO/pimpinan/ stakeholders.

Selain itu, kemampuan menjadi influencer sekaligus content creator. Berdasarkan riset Neilsen, lebih dari 92 persen responden lebih percaya informasi yang disampaikan oleh perseorangan dibandingkan konten diproduksi oleh perusahaan. Fakta lain, internal influencers dengan jumlah pengikut di bawah seribu dinilai jauh lebih efektif, autentik, solid, serta tulus jika dibandingkan dengan external influencers. “Dengan catatan tetap diberikan arahan dari corporate communications sebagai pusat komando,” tutupnya. (ais)