Resep Membangun “Internal Influencers”

PRINDONESIA.CO | Kamis, 30/01/2020 | 3.510
Pendekatan rutin yang telah dilakukan oleh humas tak lantas membuat pemberitaan terkait organisasi menjadi mulus sesuai harapan.
Dok. Istimewa

Masifnya perkembangan media sosial mulai menggeser praktik-praktik media relations. Seperti apa perubahannya?  

Oleh Ilham Akbar, praktisi PR, alumni Ilmu Komunikasi Universitas Serang Jaya.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Dulu, praktisi public relations (PR) hanya mengenal media arus utama (mainstream) sebagai stakeholders. Selain itu, PR saat ini pun tak bisa lagi sekadar mengandalkan pola-pola pendekatan lama seperti mengadakan media gathering atau media visit dalam membangun engagement.

Humas sekarang dituntut berinovasi menghasilkan berbagai strategi dalam membangun relasi. Tidak hanya dengan media arus utama, tetapi juga para blogger, vlogger, influencer. Apalagi masyarakat saat ini cenderung lebih percaya dan mendengarkan informasi dari influencer atau key opinion leader (KOL).

Lainnya yang tak kalah penting untuk diketahui, pendekatan rutin yang telah dilakukan oleh humas tak lantas membuat pemberitaan terkait organisasi menjadi mulus sesuai harapan. Tak menutup kemungkinan masih ada media yang memberitakan tentang citra negatif instansi/korporasi tempat kita bekerja.

Untuk itu, ada baiknya humas mampu memaksimalkan keberadaan influencers internal sebagai duta perusahaan. Seperti yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang mendorong para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungannya untuk menjadi influencer. Dengan catatan, memiliki jumlah pengikut (followers) sebanyak minimal 500 pengikut, masing-masing di tiga platform media sosial (Facebook, Twitter, dan Instagram).

Lantas, apa saja yang harus diperhatikan oleh humas dalam menciptakan internal influencers? Pertama, jaring talenta-talenta muda yang aktif di media sosial sebagai duta perusahaan. Kedua, berikan pelatihan dan pendampingan guna memastikan yang bersangkutan menggugah konten yang berisi pengetahuan/informasi positif terkait organisasi, menggunakan gaya storytelling, dan mengikuti perkembangan isu yang tengah berkembang. Terakhir, dan yang tak kalah penting, konsisten.