Konflik personal dan fungsional kerap menjadi bumbu dalam pelaksanaan suatu organisasi. Bagaimana cara PR mengelola keduanya agar tetap harmonis?
Oleh: Syukron Ali, Icon PR INDONESIA 2018-2019, Content and Communication PT ELANI
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Ada tiga aspek penting dalam menjalankan fungsi organisasi. Antara lan, kolaborasi, koordinasi dan komunikasi. Jalan atau tidaknya ketiga aspek tadi tergantung dari dua aspek lain yang saling berkaitan. Yakni, konflik personal dan konflik fungsional konflik.
Konflik personal atau personal conflict bisa dimaknai sebagai hambatan bekerja yang terjadi karena masalah personal. Sementara konflik fungsional atau functional conflict, kita sepakati sebagai hambatan dalam organisasi akibat tumpang tindih pembagian peran yang tidak sesuai hierarki.
Yang sering terjadi dalam organisasi, functional conflict muncul karena ada masalah personal dengan lintas bagian atau dengan stakeholder lain yang dirasa kurang nyaman jika berkoordinasi, berkolaborasi apalagi berkomunikasi saat menjalankan tugas. Like and dislike menjadi elemen penting yang mendasari masalah personal (personal conflict) ini. Faktornya, bisa karena masa lalu atau ada satu momen yang berakibat hubungan menjadi kurang harmonis.
Di sinilah pentingnya peran komunikator atau public relations (PR). Tugasnya terlihat sederhana, tapi sebenarnya menantang. Yaitu, mengharmonisasikan setiap konflik dalam organisasi agar tercipta kekuatan internal yang berdampak pada manfaat yang dirasakan oleh banyak pihak termasuk publik. Apalagi yang dihadapi adalah aspek tidak berwujud (intangible), bukan berwujud (tangible). Hal ini dikarenakan urusan personal sering kali berhubungan dengan masalah psikologi.
Public relations harus menentukan langkah yang baik dan tepat dalam membangun rencana strategi komunikasi dalam perusahaan apalagi ini terkait masa depan organisasinya. Yang tidak kalah penting yang dibutuhkan oleh PR dalam mengelola konflik ini adalah dukungan dari shareholder. Sehingga, mereka dapat menjalankan perannya sesuai dengan rancangan dalam organisasi atau perusahaan.
Tiga Hal
Saya pribadi pernah melihat dan merasakan secara langsung gulung tikarnya sebuah organisasi hanya karena masalah komunikasi. Dari pengalaman itu saya menyimpulkan setidaknya ada tiga hal yang harus menjadi perhatian.
Pertama, mendengarkan (listening). Menurut saya, salah satu kompetensi yang harus dimiliki PR adalah kemampuan mendengar yang baik. Tujuannya, tak lain untuk meminimalisasi kesalahpahaman.
Kedua, kroscek. Caranya, masih sama: mendengarkan. Dari cara itulah PR tahu kabar yang sedang berbedar. Lalu, memilah mana dari kabar itu yang mesti dilakukan kroscek dengan pihak terkait agar tercipta yang namanya cover both side. Masalah apapun yang ditemui, data apa saja yang didapat, selanjutnya dianalisis dan dipetakan.
Ketiga, mengusulkan dan menyelesaikan. Pengetahuan yang luas di segala bidang, berpikiran kreatif dan solutif adalah kompetensi berikutnya yang harus dimiliki PR. Dengan kompetensi ini, PR mampu membuat usulan yang tepat dan relevan dengan kebutuhan di lapangan, bukan sekadar formalitas semata.
- BERITA TERKAIT
- Kebangkitan “Blogger” dan Strategi Komunikasi Media Warga
- Lima Elemen yang Dibutuhkan untuk Membangun “Personal Branding”
- Ragam Strategi agar Pelaku Pariwisata Bertahan Selama dan Setelah Pandemi
- Kiat Mengelola Konflik Personal dan Fungsional Tetap Harmonis