Pandemi Covid-19 juga berdampak pada industri agensi PR. Kondisi ini menuntut mereka untuk cepat beradaptasi, bertransformasi dan berkolaborasi agar dapat memenuhi kebutuhan pasar dan ekspektasi klien.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Isu ini mengemuka di acara gelar wicara bertajuk “APPRI Connect: Dealing with Crisis for Service-Based Company” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) secara virtual, Rabu (3/6/2020).
Ketua Umum APPRI Jojo S. Nugroho mengatakan, sebagai perusahaan business to business (B2B), agensi PR memang tidak terdampak langsung dengan adanya pandemi Covid-19 ini. Mereka baru akan ikut terdampak apabila perusahaan/klien mereka terdampak. Inilah yang terjadi sekarang. Apalagi di tengah ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir. “Ada kontrak dan pembayaran yang ditunda sampai lahir istilah baru ‘diskon Covid’,” katanya.
Kondisi ini menuntut mereka untuk selalu siaga dengan melakukan adjustment revenue hingga stress test kepada klien setiap bulan bahkan minggu untuk memastikan proyek masih berjalan sesuai rencana atau perlu ada penyesuaian.
Menurut pria yang merupakan Director Managing IMOGEN PR itu, situasi seperti ini ibaratnya sedang mati angin saat bermain layang-layang. Dalam kondisi tersebut, yang harus dilakukan adalah mencari angin alias terus bergerak agar layangan tidak gontai dan jatuh ke tanah. Jalan keluarnya adalah segera beradaptasi dan bertransformasi. “Pandemi tidak hanya memaksa kita untuk berubah dan beradaptasi, tapi juga mempercepat transformasi agensi PR dari konvensional ke digital,” ujarnya.
Selain itu, pandemi juga mendorong terciptanya banyak kolaborasi, terutama antarsesama pelaku industri PR. Sebagai organisasi, pandemi mengajarkan mereka untuk tumbuh menjadi industri yang solid dan kuat. Itulah sebabnya, APPRI berencana melakukan pemetaan ulang terkait perubahan kebutuhan market/klien dan kekuatan yang dimiliki tiap konsultan kehumasan/agensi PR sehingga terjadi keterhubungan (link and match). “Harapannya, bisnis industri PR tetap terjaga, bahkan tumbuh di saat krisis seperti sekarang,” ujar Jojo.
Saatnya Bersinar
Bagi Antonny Liem, CEO MCM Group, justru inilah saatnya PR untuk bersinar. “Tidak perlu beralih ke industri lain, di masa pandemi ini jasa PR malah sedang punya celah,” katanya.
Sebagai pemimpin perusahaan, Antonny sadar betul pentingnya menjaga brand safety dan survival mode di masa pandemi. “Brand akan berupaya membangun sense of crisis untuk meyakinkan stakeholder baik karyawan internal maupun customer bahwa mereka hadir, mengerti dan mampu menghadapi krisis ini bersama-sama,” ujar pria yang juga merupakan Chairman Social Media Week Jakarta. Ia melanjutkan, “Di sisi lain, pandemi juga mendorong industri yang sedang hibernasi melakukan brand essence revamping.”
Di sinilah andil agensi PR. Sebab, ketika klien mengalami krisis, mereka butuh ditemani agar mampu dan siap menghadapi perubahan. Sebut saja, ketika ada kebijakan beraktivitas dan bekerja dari rumah (work from home) hingga yang terberat ketika harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). “Saat ini, klien juga perlu memproduksi banyak konten soft selling seperti kampanye social-cause/brand purpose campaign dan CSR,” imbuhnya.
Lainnya, inilah momentum bagi PR untuk membangun dan memperkuat engagement dengan komunitas sehingga mereka dapat menyentuh target/konsumen paling mikro. “Bantu audiens kita untuk memahami brand/perusahaan melalui campur tangan komunitas,” katanya. “Manfaatkan ranah digital untuk membantu kita melakukan pendekatan kepada target audiens yang lebih mikro dan terukur,” tutupnya. (rtn)
- BERITA TERKAIT
- 3 Pilar Utama untuk Menjadi Komunikator Hebat
- Tiga Institusi asal Indonesia Jadi Pemenang di Ajang AMEC Awards 2024
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2