Banyak Peristiwa, Kecakapan “Public Affairs” Kian Diuji

PRINDONESIA.CO | Rabu, 10/02/2021
Kecakapan public affairs kian diuji
Dok. Istimewa

Pandemi COVID-19 telah membuat dunia penuh warna. Dampaknya terasa ke seluruh sendi-sendi kehidupan.  Peran public affairs pun makin menantang.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Ya, karena setiap perubahan baik secara nasional maupun global akan memengaruhi organisasi/institusi dan stakeholders-nya. Wakil Ketua Umum APPRI 2020 – 2023 yang juga merupakan co-founder dan Executive Director ID COMM, Sari Soegondo, merangkum perubahan itu dalam web seminar “APPRI Communication Outlook: Apa Kata Empat CEO PR Firm tentang Public Relations, Public Affairs, Digital PR, dan CSR di 2021”, Jumat (29/01/2021).

Secara global, narasi yang akan berkembang tahun ini adalah perubahan iklim (climate change). Selain itu, konstelasi politik juga harus menjadi perhatian dan diwaspadai. Sebab, akan turut memengaruhi sikap kebijakan perusahaan, terutama perusahaan multinasional.

Sementara secara nasional, Indonesia harus lekas pulih dan bersiap menjadi tuan rumah KTT-G20. Di satu sisi, negeri ini sedang mengalami resesi ekonomi. Lainnya tak kalah menjadi sorotan adalah dunia sedang berada di era post-truth. “Semakin sulit bagi kita untuk membedakan berita yang benar dengan yang bukan,” ujar Sari. Pandemi juga menyebabkan perjalanan untuk mencapai target SDGs tertatih-tatih. Angka kemiskinan makin tinggi, pembangunan bergerak lambat.   

Narasi Tunggal

Tahun ini, lanjut Sari, narasi tentang COVID-19 beserta upaya penanganannya disinyalir masih akan populer selama setahun ke depan. Strategi mengomunikasikan fase baru penanganan COVID-19, yaitu program nasional vaksinasi COVID-19, juga menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah. Ada banyak pro kontra dan isu yang beredar mengenai vaksin. Perlu banyak upaya untuk dapat merengkuh dukungan publik.

Ditambah lagi, perlu adanya narasi yang mampu membangkitkan semangat dan optimisme masyarakat di tengah beratnya pergerakan ekonomi, banyaknya pemutusan kerja, pemotongan gaji, dan perusahaan yang bangkrut. “Dampak dari adanya perubahan ini harus diwaspadai oleh para pelaku public affairs,” katanya. 

Sari juga melihat tahun ini adalah era kebangkitan populism. Akan ada banyak narasi yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Melihat berbagai fenomena itu, ia mendorong agar public affairs (PA) menguasai big data. Sehingga, mereka dapat mendengar percakapan yang sedang hangat dan sentimen publik terhadap suatu hal. Hal ini dapat membantu PA membuat analisis yang lebih akurat.

Lainnya yang tak luput jadi perhatian adalah pentingnya melakukan measurement. “Setiap program komunikasi harus mampu diukur tingkat keberhasilan sesuai tujuan yang ingin dicapai, apakah hanya sebatas pesannya sampai atau hingga mencapai perubahan perilaku,” tutupnya. (rha)