Era Kompetisi, Praktisi Komunikasi Wajib Bersertifikat

PRINDONESIA.CO | Senin, 19/04/2021 | 1.325
LSP yang bergerak di bidang komunikasi, kehumasan atau public relations (PR) untuk lingkup umum atau nasional (LSP P3) masih perlu ditingkatkan. Selama ini lebih banyak sertifikasi untuk skema komunikasi atau kehumasan LSP P1.
Dok.Istimewa

Dunia komunikasi di tanah air selangkah lebih maju. Minggu (17/1/2021), BNSP melakukan asesmen kepada Lembaga Sertifikasi Profesi Manajemen Komunikasi (LSP Mankom) milik Magdalena Wenas.

 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Apabila setelah perbaikan, pengajuan witness, lalu diterima oleh Badan Nasional Sertifikat Profesi (BNSP), maka LSP Mankom berhak mendapatkan sertifikat lisensi LSP P3. Kunjung Masehat, Ketua BNSP, menyambut baik. Dengan demikian LSP Mankom akan menjadi LSP P3 di bidang komunikasi pertama di Indonesia.

Ia tak memungkiri ketimbang profesi yang lain, LSP yang bergerak di bidang komunikasi, kehumasan atau public relations (PR) untuk lingkup umum atau nasional (LSP P3) masih perlu ditingkatkan. Selama ini lebih banyak sertifikasi untuk skema komunikasi atau kehumasan LSP P1.

Sekadar informasi, BNSP membagi lisensi sertikasi LSP ke dalam tiga tipe. Tipe ini bukan menunjukkan peringkat atau urutan. Ketiganya merupakan ekosistem. LSP P1 didirikan oleh oleh lembaga pelatihan dan pendidikan untuk peserta didik/pelatihannya. LSP P2 didirikan oleh . Sementara LSP P3 untuk umum/nasional.

Padahal, kata Kunjung kepada PR INDONESIA via virtual, Selasa (2/2/2021), peran dan fungsi praktisi komunikasi ini makin dibutuhkan baik oleh pemerintah, lembaga, korporasi, maupun konsultan komunikasi manakala upaya mewujudkan komunikasi yang harmonis dengan publik makin menantang di era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity).

Boleh jadi, penyebabnya karena profesi ini tidak seperti yang lain. Ia identik sebagai profesi yang terbuka, siapapun yang menjadi praktisi komunikasi/PR tidak mesti berlatar pendidikan Ilmu Komunikasi atau PR. Kondisi ini menyebabkan pelaku dan pengguna jasa tidak terlalu menganggap penting keberadaan sertifikasi profesi, yang penting asalkan sudah berpengalaman. 

 

Tingkatkan Daya Saing

Namun, kata Kunjung, ke depan hal ini tidak lagi berlaku. Era globalisasi membuat persaingan kian kompetitif. Kondisi itu mendorong dunia industri tidak lagi cukup melihat calon pemberi jasa hanya dari ijazah dan seberapa kaya pengalamannya. Lebih dari itu, yang bersangkutan harus mampu membuktikan kompetensinya kredibel dan akuntabel disertai bukti sertifikasi yang diakui oleh negara melalui pembelajaran, pelatihan, dan pengalaman kerjanya selama ini.

Menurut Kunjung, langkah ini sudah dilakukan di banyak perusahaan, utamanya perusahaan multinasional. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo mendorong percepatan sertifikasi tenaga kerja dengan menerbitkan Presiden memahami dampak sertifikasi akan sangat luar biasa bagi negara, termasuk meningkatkan daya tarik dan daya saing negeri ini di mata dunia.

Karena alasan itu pula, founder PR Society Magdalena Wenas memutuskan untuk fokus mengembangkan industri komunikasi di tanah air dengan mendirikan LSP Mankom. Harapannya, LSP Mankom dapat berkontribusi mewujudkan para pelaku yang terlibat di industri komunikasi untuk mampu bersaing, memiliki derajat pemahaman dan pengetahuan tentang komunikasi sesuai zamannya. Serta, mendorong mereka menjalankan profesinya dengan penuh tanggung jawab, integritas dan sesuai etika.

Untuk mewujudkan komitmen itu, LSP Mankom yang telah mengantongi Standar Kompetensi Kerja Khusus (SK3) dari Kementerian Ketenagakerjaan RI ini akan memberikan pelatihan kepada mereka yang sudah tersertifikasi dan ingin mememperpanjang sertifikasinya. Sementara bagi mereka yang akan mengikuti sertifikasi  LSP Mankom, dapat melakukan persiapan dengan mengikuti serangkaian pelatihan yang diselenggarakan oleh PR Society. (rtn)