Media sosial memang tidak memiliki lembaga yang mengatur kebebasan berpendapat. Namun, bukan berarti membuat penggunanya menjadi tidak bertanggung jawab.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Riset Digital Civility Index yang dilakukan Microsoft mengenai tingkat keberadaban pengguna internet tahun 2020 menunjukkan Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 negara.
Urutan tersebut sekaligus memosisikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kesopanan terendah di Asia Tenggara. Adapun indikatornya dilihat dari tingkat hoaks, penipuan (scam), ujaran kebencian, dan diskriminasi.
Merespons data tersebut, Lead Community GoTo Group Inne Nathalia saat mengisi gelar wicara bertajuk “The Morale of New Generation: Media Sosial dan Kebebasan Berekspresi” yang diselenggarakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Jakarta, Rabu (10/5/2022), mengatakan, media sosial memang tidak memiliki lembaga yang mengatur kebebasan berpendapat. Namun, bukan berarti membuat penggunanya menjadi tidak bertanggung jawab.
Agar tetap berada dalam koridor batasan, ia pun mengajak kepada warganet agar memerhatikan empat hal dalam bermedia sosial. Pertama, bersikap empati, penuh kasih sayang, dan berbuat baik dalam tiap berinteraksi. Kedua, menghargai perbedaan, Ketiga, memberi jeda sebelum membalas. Keempat, berdiri untuk diri sendiri dan orang lain. “Kita harus segera memberitahu orang lain jika merasa tidak aman dan melaporkan aktivitas yang membahayakan keselamatan orang lain,” katanya.
Setara
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid sependapat. Ia mengatakan setiap warga negara berhak menyampaikan kritiknya, asalkan bertujuan untuk kepentingan bersama. Ia lantas mengutip pernyataan Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI. Bahwa kebebasan berpendapat berkaitan dengan kewarganegaraan yang setara (equal citizenship), martabat manusia (human dignity), dan supremasi hukum.
Contoh, ketika ada kreator konten Bima Yudho yang mengkritisi Pemerintah Provinsi Lampung, sebagai warga negara maka ia berhak diperlakukan setara. Pun demikian dengan pejabat publik karena mereka juga bagian warga negara. Sementara itu, ia tak melihat kritik yang disampaikan Bima melalui media sosial dan berakhir viral tersebut bermaksud untuk menjatuhkan martabat pejabat setempat. Tetapi, mengkritisi pemerintah yang belum menjalankan fungsinya dengan baik.
Menurut Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta, saat ini media sosial membawa pengaruh positif kepada instansinya. Media sosial dapat membantu LPSK dalam menganalisis suatu kasus hingga melakukan perlindungan terhadap saksi dan korban di seluruh Indonesia. LPSK menyadari dalam kasus-kasus hukum, terlebih pidana, saksi dan korban sangat tertekan, bahkan ada yang diancam oleh keluarga tersangka. “Kami harus siaga dalam melindungi mereka,” katanya. (rvh)
- BERITA TERKAIT
- Tiga Institusi asal Indonesia Jadi Pemenang di Ajang AMEC Awards 2024
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab