Kunci Membangun “Engagement” dengan Media

PRINDONESIA.CO | Kamis, 06/07/2023 | 1.093
Corporate affairs harus mampu menghadapi beragam stakeholder
Rizka/PR INDONESIA

Dalam membangun engagement dengan media, public relations (PR) harus melibatkan emosi dan komitmen. Seperti apa implementasinya?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Dalam membangun hubungan, public relations (PR) dan media harus menyadari bahwa mereka memiliki fungsi dan peran masing-masing. Praktisi PR membutuhkan distribusi informasi yang tidak merugikan, pemahaman publik, citra, dan penyelesaian krisis. Sedangkan media membutuhkan informasi, latar belakang, konteks, dan kerja sama yang tidak menciderai etika.

Nah, di tengah kepentingan-kepentingan tersebut, terdapat hal yang beririsan, yakni engagement. Inilah yang kemudian menjadi isu yang diangkat dalam workshop bertajuk “Leadership Series 3: Navigating & Engaging Stakeholders for Organizational Success” yang berlangsung di Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Selama ini, menurut CEO PT Tempo Inti Media Tbk Arif Zulkifli di acara yang diselenggarakan oleh Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) ini, banyak dari praktisi PR yang mengira bahwa membangun engagement dengan media berarti harus benar-benar dekat dan terbuka. Padahal, harusnya hubungan itu dibangun seolah-olah tak berjarak, namun sebenarnya berjarak.

Menurut pria yang karib disapa Azul ini, hal tersebut dikarenakan PR memang tidak bisa melakukan engagement dengan seluruh media. Namun, untuk membantu hal tersebut, PR dapat memahami lanskap media.

Pemahaman mengenai lanskap  media ini mencakup media pusat dan daerah, media besar dan kecil, media lama dan baru, ciri media digital native dan digital transformative, media sosial dan media arus utama, hingga jurnalisme warga dan jurnalisme media arus utama. Azul melanjutkan, media digital native atau yang baru muncul di era digital, biasanya memiliki judul yang lebih ekspresif ketimbang media digital transformative.

Selain itu, yang tak kalah penting adalah pentingnya PR mengenal internal dari suatu media. Mulai dari  struktur, kepemilikan, karakter, model bisnis, hingga posisi etik. Bagi Azul, mengenal individu wartawan juga sangat penting untuk mengetahui aliansi yang mereka ikuti, posisi etik, profesionalitas, dan karakter personal.

Menurut Azul, waktu terbaik dalam membangun engagement adalah sebelum terjadi krisis. “Sebelum krisis, PR harus menginvestasikan waktu untuk membangun engagement,” katanya. Anggota Dewan Pers 2022-2025 ini juga mengatakan, PR sebaiknya menjadikan media sebagai partner (mitra), bukan sebatas media partner.

Adapun hal-hal yang harus dilakukan PR saat krisis terjadi adalah menjadi investigator internal, mengindentifikasi masalah, dan merumuskan problem statement. Peran PR sebagai investigator internal akan memudahkan perannya sebagai rujukan informasi bagi media.

Perlu Tahapan

Media memang menjadi salah satu pemangku kepentingan atau stakeholder yang penting bagi PR. Namun, sebagai Head of Corporate Affairs BASF Indonesia Mala Ekayanti yang juga menjadi pembicara di workshop itu, berpendapat PR juga harus mampu menghadapi beragam stakeholder dengan kepentingan yang berbeda-beda.

Dalam mengelola para pemangku kepentingan itu dibutuhkan pemetaan terlebih dahulu. Adapun tahapannya diawali dengan mengindentifikasi stakeholder, lalu membuat matriks stakeholder, membuat penilaian (assessment) stakeholder, merancang pesan kunci, hingga akhirnya melakukan pemetaan stakeholder.

Dalam proses identifikasi stakeholder, Mala melanjutkan, corporate affairs harus mampu membuat daftar dan profil kelompok stakeholder kunci. Sedangkan untuk matriks stakeholder, corporate affairs harus menempatkan stakeholder kunci ke dalam matriks, sesuai dengan level pengaruh dan ketertarikan.

Di tahap penilaian stakeholder, corporate affairs akan menilai dan mempertimbangkan cara mengelola stakeholder. Lalu, mereka mulai mengidentifikasi pesan kunci untuk masing-masing stakeholder berdasarkan posisi masing-masing pada matriks. Terakhir, menggunakan analisis sebelumnya untuk memetakan stakeholder ke dalam peta stakeholder dan posisi yang diinginkan oleh corporate affairs. (rvh)