Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru

PRINDONESIA.CO | Jumat, 15/11/2024
Komunikasi publik di era pemerintahan baru menjadi kunci untuk menyampaikan visi, misi, serta membina hubungan dengan masyarakat.
Foto: BPMI Setpres

Pergantian pemerintahan selalu disertai perubahan signifikan, termasuk dalam strategi komunikasi publik. Harapan dan ekspektasi baru pun muncul, menuntut adaptasi cepat dari pemangku kepentingan. Di tengah dinamika ini, di manakah peran public relations (PR)?

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Seiring pergantian kepemimpinan dari Joko Widodo – Ma’ruf Amin ke presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, komunikasi publik di era pemerintahan baru menjadi kunci untuk menyampaikan visi, misi, serta membina hubungan dengan masyarakat. Di tengah pesatnya perkembangan digital, komunikasi publik menghadapi tantangan dan peluang. Edisi kali ini, Majalah PR INDONESIA mendalami arah, tantangan, dan peluang komunikasi publik di pemerintahan mendatang.

Sejak kemunculannya, Presiden Joko Widodo dikenal dengan gaya komunikasi yang santai dan merakyat. Jokowi sering blusukan dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat. Strategi ini efektif membangun hubungan yang erat dengan publik, tercermin dari peningkatan kepuasan publik terhadap pemerintahannya.

Survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin meningkat dari 73,59% pada Desember 2023 menjadi 75,6% pada Juni 2024. Menurut Ani Natalia, pendiri Govcom Consulting, Jokowi berhasil membangun hubungan yang kuat melalui strategi komunikasi inklusif dan menyebar. Hendri Satrio, pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI, juga menyoroti cara Jokowi melibatkan influencer dalam membangun citra positif, termasuk dalam promosi Ibu Kota Nusantara (IKN).

Namun, Jojo S. Nugroho, founder dan CEO Imajin PR and Research, mencatat bahwa konsistensi komunikasi Jokowi masih lemah. Terkadang, kebijakan yang disampaikan berbeda dengan pernyataannya di lapangan. Sofyan Herbowo, Direktur Public Affairs Praxis Indonesia, menambahkan, “Ego sektoral masih menjadi kendala utama dalam implementasi narasi tunggal di kementerian dan lembaga,” katanya.