Kata orang asuransi, bersiaplah sebelum menghadapi musibah. Proteksi itu perlu. Sedia payung sebelum hujan. Tapi beberapa pekan lalu, kegaduhan justru terjadi di industri asuransi.
Oleh: Wahyuningrat, Public Affair Director IMOGEN PR
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Kegaduhan berawal saat seorang mantan nasabah perusahaan asuransi global yang beroperasi di Indonesia, melapor ke pihak berwajib. Pelapor kesal, pencairan klaim asuransinya dipersulit. Laporan ini pun segera viral. Menyeret perusahaan asuransi “raksasa” ke situasi krisis public relations (PR).
Saat nasabah melapor ke pihak berwajib, tidak ada respons balasan dari perusahaan asuransi terlapor. Tidak ada standby statement, tidak ada konter narasi. Akibatnya krisis PR semakin membesar. Trial by the press di media massa dan trial by the public di media sosial tidak terbendung. Dalam kasus tersebut, krisis PR terjadi akibat proteksi terhadap krisis mandek. Ironis memang, krisis justru menimpa perusahaan yang berbisnis proteksi.
Beberapa kawan saya yang bekerja di perusahaan asuransi tersebut panik. Mereka takut setengah mati jika kasus klaim Rp 16,5 juta akan berlanjut seperti yang sempat dialami Manulife beberapa tahun silam. Kawan-kawan saya itu sadar, jasa keuangan adalah bisnis kepercayaan. Public trust adalah segalanya. Menjaga kepercayaan publik tidak mudah jika perusahaan mengalami krisis PR. Apalagi di era media sosial seperti sekarang ini.
Hanya dalam hitungan jam atau menit, sebuah unggahan di media sosial dapat memicu pemberitaan di media konvensional. Jika informasi itu tidak mendapatkan respons balasan atau kontra narasi yang tepat, tanpa harus dipailitkan di pengadilan, perusahaan tersebut sudah babak belur karena kredibilitasnya yang hancur lebur.
Empat Langkah
Penting bagi PR untuk memahami potensi krisis sebelum krisis itu benar-benar terjadi. Persiapan menghadapi krisis PR, bagaikan negara yang cinta damai tapi tetap memiliki bala tentara yang siap perang jika sewaktu-waktu diserang. Berikut empat hal yang dapat dilakukan, dan sebaiknya dilakukan, sebelum krisis kepercayaan publik menyerang perusahaan Anda di media:
Pertama, ABC manajemen komunikasi darurat. Praktisi PR harus selalu ingat akan langkah yang direkomendasikan oleh Forbes Communication Council. (A)ssemble A Team. Bentuk tim khusus yang berdedikasi dan dapat langsung bertindak saat krisis melanda. (B)uild a Plan. Mulailah membuat rencana, identifikasi apa saja potensi yang dapat menyerang suatu organisasi, apa saja isu yang harus diperhatikan, apa perkembangan yang harus dipantau. (C)reate a Toolkit. Buat standar panduan, yang harus dilakukan orang-orang saat krisis datang. Setelah ketiganya ada, lakukanlah latihan simulasi berkala.
Kedua, identifikasi dan ketahui semua pemangku kepentingan. Jonathan Bernstein dalam Crisis Communication Management mengingatkan untuk selalu memperhatikan siapa pemangku kepentingan organisasi Anda. Siapa teman dan siapa lawan. Perusahaan yang siap biasanya memiliki daftar pemangku kepentingan internal dan eksternal yang selalu mereka pelihara secara berkala. Misalkan, bapak tokoh A prioritas pertama sehingga harus ditemui paling tidak dua tiga kali setahun, dan seterusnya. Sehingga kala krisis kepercayaan terjadi, Anda punya daftar orang-orang yang dapat membela, menepis tudingan.
Ketiga, siapkan juru bicara terbaik. Selain media training, latihan simulasi secara berkala dan kesiapan standby statement sangat penting. Jika juru bicara adalah ekspatriat, mereka harus paham konteks media di Indonesia. Kesalahan pemahaman atas media lokal seperti ini kadang memperbesar krisis. Keempat, monitor and monitor. Teruslah secara rutin memantau setiap hari pergerakan isu di media massa dan media sosial. Beberapa perusahaan yang pernah menghadapi krisis dan industri yang rentan serangan seperti sektor sumber daya alam, memantau semua pemberitaan. Jangan menyepelekan kegiatan ini.
Ke depan, krisis mungkin akan menimpa perusahaan Anda. Tapi jangan khawatir, toh, banyak perusahaan menjadi lebih kuat setelah melewati krisis. Yang terpenting adalah bagaimana Anda mempersiapkan senjata untuk berperang melawan krisis. Si vis pacem, para bellum, if you want peace, prepare for war.
- BERITA TERKAIT
- Kunci Utama Memimpin Tim Tetap Solid di Tengah Krisis Komunikasi
- Demokrasi di Meja Makan
- Peran Pengelolaan “Stakeholder” Mendukung Penerapan ESG dan Keberlanjutan
- Pentingnya Juru Bicara dalam Membangun Kredibilitas IKN
- Begini Rahasia Sukses Konferensi Pers