Otentik, Relevan, Tepat Waktu

PRINDONESIA.CO | Rabu, 22/04/2020 | 1.262
Penting bagi para praktisi PR memiliki strategi komunikasi internal yang disusun secara runut dari hulu hingga ke hilir.
Dok. PR INDONESIA

Tiga prinsip inilah yang diyakini oleh Adita Irawati sebagai kunci utama menguasai komunikasi internal perusahaan.

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Perempuan yang telah malang melintang di industri telekomunikasi selama lebih dari 20 tahun itu menilai bahwa dalam menghasilkan konten-konten komunikasi internal haruslah sejalan dengan visi, misi, serta tujuan perusahaan. Inilah yang disebut dengan otentik. “Jadi, jangan sampai keluar dari itu,” ujar Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Komunikasi Publik saat menjadi pembicara dalam PERHUMAS 2nd Internal Communications Conference bertajuk “Optimizing Your Internal Comms Digital Channels and Content” di Jakarta, Kamis (27/2/2020).

Sementara itu, relevan di sini berarti baik secara pesan maupun kanal-kanal komunikasi yang digunakan harus sesuai dengan target audiens yang hendak disasar, yakni karyawan. Tujuannya,tak lain agar terjadi interaksi dengan karyawan dan sebisa mungkin hindari gap antara pesan/konten yang ingin disampaikan dengan usia karyawan.

Prinsip ketiga, tepat waktu. Menurut Dita, begitu Adita karib disapa, sudah semestinya karyawan sebagai ambassador (duta) perusahaan menjadi orang pertama yang mengetahui perkembangan isu terkait perusahaannya. “Kalau sudah bicara era digital, tidak ada lagi katakata delay (menunda),” tegasnya. Ia melanjutkan, “Kalau bukan PR (public relations) yang menyampaikan, karyawan bisa tahu informasi dari luar.”

Lantas, jika hal ini sampai terjadi yang menjadi pertanyaan adalah dimana peran PR dalam komunikasi internal? Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi periode 2018 – 2019 ini menekankan pentingnya para praktisi PR memiliki strategi komunikasi internal yang disusun secara runut dari hulu hingga ke hilir. Pertama, kenali tujuan komunikasi internal yang tidak bisa dipisahkan dari visi, misi dan tujuan awal perusahaan. Kedua, lakukan analisa SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Ancaman).

Ketiga, kenali target audiens. Langkah ini nantinya yang akan menentukan konten/pesan serta kanal apa yang akan digunakan. Keempat, lakukan survei sebagai dasar pembuatan strategi komunikasi. Lakukan kajian-kajian yang sifatnya kualitatif dibandingkan kuantitatif. Barulah PR dapat menyusun strategi PR sesuai hasil survei yang telah dilakukan. “Bagian hulu ini sangat penting, sehingga ke depannya PR memiliki action plan yang lebih terstruktur dan punya rujukan yang sudah berdasarkan asesmen awal,” terangnya.

 

Kuasai “Softskill”

Perempuan yang Februari lalu genap berusia 49 tahun itu menekankan pentingnya PR memiliki softskill yang baik. Termasuk di dalamnya memahami psikologis karyawan, sensitif menangkap situasi yang terjadi di lingkungan sekitar perusahaan, serta mempunyai kemampuan mendengar yang baik. “Jadi, PR itu bukan hanya bisa ngomong, tapi harus aktif mendengarkan,” ujar ibu dari dua anak ini.

Sementara itu, bicara konten baik konten digital maupun nondigital, yang terpenting adalah mampu menimbulkan engagement terhadap karyawan. Artinya, PR harus mampu memberi makna dari setiap data dan angka. Tidak sekadar menyampaikan informasi, terlebih yang bersifat teknis. Contoh, perusahaan mencapai pertumbuhan 20 persen sebesar Rp 1 triliun. Pertanyaannya, apa yang bisa didapatkan oleh karyawan dengan angka Rp 1 triliun tersebut? “Nah, angka inilah yang harus diterjemahkan oleh PR melalui pendekatan storytelling,” tutupnya. (ais)