Ternyata bukan perkara mudah mengonversi kebiasaan berinteraksi dari dunia nyata ke maya.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Inilah yang tercermin dari survei yang diadakan PR INDONESIA kepada 103 pelaku PR, akhir April 2020. Sebanyak 24 persen responden mengaku kendala terbesar selama pandemi adalah terhambatnya komunikasi dan koordinasi.
Disusul tantangan seperti kendala anggaran (16%), tuntutan untuk selalu kreatif menciptakan kegiatan daring (13%), sinyal (12%), belum terbiasa adaptasi dan terbatasnya ruang gerak karena adanya imbauan jaga jarak fisik dan sosial (9%), banyak event ditunda/dibatalkan, tapi key performance index (KPI) tetap (7%), lain-lain (6%), serta fokus pemberitaan masih tentang Covid-19 (4%).
Tak bisa berkomunikasi dan berkoordinasi tanpa bertemu secara fisik menjadi isu terbesar yang paling dirasakan Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa di awal pandemi. Pasalnya, KAI sebagai layanan publik menjadi salah satu industri yang paling terdampak selama pandemi. Banyak kebijakan pemerintah yang kemudian diturunkan menjadi kebijakan perusahaan dan harus disosialiasikan ke publik. Contoh, pembatalan tiket. Ketika itu KAI mendorong pelanggan yang ingin membatalkan perjalanannya agar tidak perlu datang ke stasiun. Cukup melalui aplikasi KAI Access. Ia dan tim juga harus memproduksi materi sosialisasi sendiri sebelum didistribusikan kepada rekan-rekan media.
Agustini Rahayu, Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf sependapat. “Tantangan humas di era pandemi ini adalah menenangkan masyarakat dengan menyajikan informasi yang berimbang,” ujarnya.
- BERITA TERKAIT
- Komunikasi Publik di Persimpangan: Tantangan dan Peluang Pemerintahan Baru
- Mengelola Komunikasi Publik IKN dalam Masa Transisi
- Komunikasi Publik IKN: Membangun Sinergi Semua "Stakeholder"
- Komunikasi Publik IKN: Tampak Belum Kompak
- Komunikasi Publik IKN: Mengukur Dampak Sosial dan Ekonomi