Peran PR bagi Keberlangsungan Media 

PRINDONESIA.CO | Rabu, 29/07/2020 | 1.794
Survei ICI menunjukkan pandemi mendorong pekerja media terbiasa untuk bekerja secara virtual.
Dok.Istimewa

Pandemi yang berkepanjangan memberikan kekhawatiran di kalangan media. Perlu kerja sama yang apik antara media, PR dan pengiklan agar industri ini bisa berkelanjutan.

 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Sebagai pemain sentral dalam menyampaikan informasi dan edukasi terkait Covid-19, media massa termasuk salah satu industri yang paling terdampak di masa pandemi. Survei yang dilakukan Imogen Communications Institute (ICI) kepada 124 responden yang beprofesi sebagai pekerja media baik media cetak maupun daring menunjukkan 70,2 persen responden mengaku pandemi berdampak pada bisnis media.

Terutama, menurunnya pemasukan iklan, sponsor dan user. Buntutnya, pemasukan dan pendapatan bisnis perusahaan media menurun. Kondisi ini mendorong mereka untuk segera beradaptasi dan melakukan mitigasi agar dapat menemukan serta menyusun strategi yang tepat bagi keberlangsungan perusahaan. 

Untuk dapat menjawab tantangan ini, menurut Jojo S. Nugroho, Managing Director IMOGEN PR, perlu kolaborasi dan sinergi yang kuat antara tiga industri. “Ketiganya saling berkaitan,” katanya saat mengisi webinar NGORBIT (Ngobrol Bareng Imogen Team) bertema “Transformasi Media untuk Bertahan di Era New Normal”, Kamis (23/7/2020). 

Mereka adalah media, public relations (PR) serta pengiklan. “Hubungan antara ketiganya ibarat cinta segitiga. Public relations selalu membutuhkan media, media pun membutuhkan pengiklan,” ujar pria yang juga merupakan Pricipal ICI itu.

Apalagi di tengah kondisi pandemi, PR memerlukan peran media sebagai penjembatan informasi bahwa brand/korporasi mereka tetap hadir dan berkontribusi di masa-masa sulit. Yang mesti digarisbawahi, untuk dapat memperkuat posisi brand di saat pandemi, PR harus memerhatikan konten yang mereka usung. Konten tersebut haruslah menarik, layak dikonsumsi dan dijual kepada media (paid article/brand journalism). “Bukan sekadar memuat berita, tetapi bisa menguntungkan dari sisi pendapatan untuk media,” katanya.

Media dengan target audiens spesifik juga dapat memanfaatkan keberadaan komunitas/pembaca setianya lewat kegiatan PR. Salah satunya, dengan menyelenggarakan webinar. Media juga bisa memanfaatkan jumlah pengikut yang banyak dan kepercayaan tinggi dari para pengikut/pembacanya dengan melakukan monetisasi keberadaan akun media sosial mereka kepada PR dan pengiklan.

 

Adaptasi

Survei yang dilakukan sepanjang periode 8 – 22 Juni 2020 ini juga menunjukkan pandemi mendorong para pewarta untuk mampu beradaptasi menjalankan aktivitasnya mencari berita di tengah kondisi normal yang baru atau dikenal dengan istilah Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). “New normal merupakan new way of work. Survei menunjukkan hampir setengah responden memilih sistem bergilir work from home dan work from office,” ujar Jojo.

Survei ini juga menunjukkan pandemi mendorong pekerja media terbiasa untuk bekerja secara virtual. Salah satunya, mengikuti konferensi pers daring menggunakan medium meeting on-line. Hasil survei mencatat responden menggunakan Google Meet atau Zoom (79,8 persen), responden menggunakan telepon dan WhatsApp saat melakukan wawancara (75 persen). Sementara yang melakukan riset melalui desktop (41,9 persen) dan responden yang mencari referensi dari media asing (31,5 persen).

Adapun isu mitigasi normal baru serta dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor industri menjadi topik yang paling diminati dan dinanti informasinya oleh para jurnalis. Diikuti oleh topik di luar masalah pandemi seperti seputar kondisi dan pertumbuhan perusahaan pasca-PSBB (62,1 persen) dan dampak pandemi terhadap bisnis (59,7 persen).  (ais)