Enam Langkah Menyusun Strategi Digital PR

PRINDONESIA.CO | Rabu, 29/07/2020 | 3.942
Manfaat memaksimalkan keberadaan digital antara lain, memperluas reach dan jangkauan audiens, engagement, issue management.
Dok. Istimewa

Secara global, digital PR identik dengan media sosial, content marketing, influencers, dan click bait. Keempat hal ini yang kemudian dikenal dengan elemen digital.  

 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Sebelum membuat rencana digital, Managing Director H+K Strategies Indonesia Harry Deje mengajak peserta The 28th Workshop PR INDONESIA Series bertema “Digital PR: Strategy, Skill, Tools, and Data Analysis” untuk memahami fungsi yang dapat mereka peroleh dengan memaksimalkan keberadaan digital.

Antara lain, pertama, memperluas reach dan jangkauan audiens. Kedua, engagement. Ketiga, issue management. Kelebihan lain dari platform digital ialah mampu membentuk word of mouth.

“Keunggulan digital, salah satunya, mampu mengulang-ulang pesan atau informasi yang sama kepada orang yang juga sama  (retargeting), sehingga terbentuk persepsi pada audiens yang bersangkutan,” katanya saat mengisi sesi workshop bertajuk “A – Z Strategy Digital Public Relations”, Rabu (29/7/2020).

   

Strategi

Deje, begitu ia karib disapa, lantas menjabarkan langkah-langkah dalam menyusun strategi digital PR. Langkah pertama, kenali target audiens sedetail mungkin. Mulai dari karyawan, pelanggan potensial, hingga influencer. “Dari sana, kita bisa membedahnya lagi berdasarkan kategori umur, pendidikan, kebiasaan (behavior), cara mereka berinteraksi di media digital, hingga relationship,” katanya.

Kedua, membangun cerita. Audiens cenderung lebih mendengarkan cerita daripada sekadar jargon/sales punchline. Ketiga, memahami lanskap digital dengan cara mencocokkan antara cerita yang ingin kita bangun dengan lanskap digital. “Penting bagi praktisi PR untuk memahami kanal-kanal media secara holistik,” ujar Deje.

Kanal-kanal yang dimaksud meliputi portal berita on-line, media sosial, created channels (Line Today, Go-News milik Gojek,), opinion leaders (baik berupa off-line maupun on-line), video on demand (Netflix, Viu), hingga TikTok.

Keempat, memanfaatkan keberadaan omni channel-multi channel. “Kita harus mampu membuat konten tersebut menjelajahi berbagai kanal media secara bersamaan,” katanya. Yang patut diingat, lanjutnya, setiap kanal memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sebut saja, Twitter yang identik dengan kekuatannya dalam membangun percakapan. Instagram yang bersifat content driven. YouTube, pemegang peranan penting sebagai video pool. Facebook yang konsisten sebagai community based terbesar. Dan, Spotify yang tengah digandrungi karena kehadiran podcast.

Kelima, leverage O2O experience. Apa itu? Di tengah banjir informasi, PR dituntut mampu membuat konten yang mampu menarik (engaging) audiensnya. Bahkan, mendorong audiens memberikan respons sesuai dengan harapan atau ekspektasi kita. Keenam, PR harus melakukan measurement untuk mengukur efektivitas dari setiap strategi yang sudah dieksekusi.

Bicara soal pengukuran. Menurut Deje, ada lima hal yang bisa diukur melalui digital. Yakni, conversion (aktivitas PR mampu mendorong aksi seperti pembelian atau penjualan), reach (mengetahuan audiens yang berhasil dijangkau), impression, engagement, serta sentimen (positif, negatif, atau netral). (ais)