Perhatikan Tiga Hal Ini saat Melakukan Digital PR

PRINDONESIA.CO | Kamis, 06/08/2020 | 2.685
Content marketing mampu menjembatani orang yang awalnya bukan pelanggan bisa menjadi pelanggan.
Dok.Istimewa

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelaku public relations (PR) saat melakukan digital PR. Apa saja? 

 

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Pertama, kata Harry Deje, Managing Director H+K Strategies Indonesia, digital PR tidak dapat dipisahkan oleh fungsi content marketing. Terutama, dalam hal membuat cerita yang berkelanjutan. 

Keberadaan PR berfungsi menyadarkan pelanggan tentang sesuatu hal yang menjadi kebutuhannya. Sementara kaitannya dalam membangun awareness, content marketing berperan sebagai penjembatan antara tujuan organisasi dengan keinginan pelanggan melalui storytelling.

Menurut pria yang pagi itu menjadi pembicara di acara The 28th Workshop PR INDONESIA Series bertema “Digital PR: Strategy, Skill, Tools, and Data Analysis”, Rabu (29/7/2020), storytelling yang kuat dapat membuat konten semakin bernilai, membangun cerita dan karakter, berpikir secara lebih luas, serta fleksibel dalam merespons kegagalan. “Hebatnya, content marketing mampu menjembatani orang yang awalnya bukan pelanggan bisa menjadi pelanggan,” ujarnya.

Kedua, yang harus menjadi perhatian digital PR, adalah ketika ia harus menentukan influencer. Ada empat tingkatan influencer berdasarkan jumlah pengikut. Yakni, mega-influencer, macro-influencer, mid-tier influencer, micro influencer, serta yang terkecil nano-influencer.

Menurut Deje, begitu ia karib disapa, tak selamanya prioritas ditentukan dari jumlah pengikut terbanyak. Melainkan, lebih memilih influencer sesuai kebutuhan dari aktivitas komunikasi perusahaan.

Jika PR membutuhkan konten dengan respons cepat, mereka bisa menggunakan mega-influencer atau macro-influencer. Apabila tujuannya untuk mendesiminasikan konten yang sifatnya jangka panjang, nano-infleuncer bisa menjadi pilihan yang tepat. Alasannya, karena akan terlihat jauh lebih otentik dan organik. 

Tipsnya, pertama, PR harus selektif dalam menentukan influencer dan berhati-hati dengan pengikut berbayar (paid followers). Kedua, akan lebih baik jika PR mengetahui outcome dari penggunaan influencer. Sebab, PR memiliki tanggung jawab mencapai key performance index (KPI). Terakhir, pastikan calon influencer tidak mempromosikan brand kompetitor.

 

Tiga Tahapan

Ketiga, yang harus menjadi perhatian PR saat melakukan aktivitas digital PR adalah memahami konsep social media funnel. Yakni, jalur yang dilalui oleh audiens hingga mereka benar-benar setia pada produk/brand. Konsep ini menjabarkan tahapan mulai dari membangun kesadaran (awareness), pertimbangan (consideration), mengambil keputusan (decision stage), dan setelah pembelian (after purchase).

Tahapan pertama, top of the funnel/ToFu (corong atas). Audiens yang berada di tahap ini adalah mereka yang sedang berhadapan dengan masalah. Produk/brand hadir untuk menawarkan solusi. “Mereka adalah pengunjung website yang menemukan produk/brand kita melalui iklan media sosial serta pencarian organik,” kata Deje.

Ia berpesan, di fase ini, pastikan PR melakukan riset kata kunci atau hashtag untuk menemukan topik konten. Dengan catatan, konten tersebut harus bersifat informatif dan relevan dengan keseharian mereka.

Kedua, middle of the funnel/MoFu (corong tengah). Pada tahap ini, audiens sedang mempertimbangkan nilai dari setiap solusi yang kita tawarkan. Tugas PR adalah menyajikan konten yang bersifat menjelaskan solusi, mengatasi masalah, serta memberikan manfaat. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain melakukan e-mail blast, artikel mendalam, serta berita yang relevan.

Terakhir, bottom of the funnel/BoFu (corong bawah). Mulai dari mendemonstrasikan cara kerja, menunjukkan fitur-fitur produk/brand dan memperlihatkan manfaat yang diterima audiens. (ais)