Kemampuan membangun relasi yang harmonis dengan media masih menjadi kompetensi yang fundamental yang mesti dimiliki oleh praktisi PR. Apa saja kompetensi yang diperlukan?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Terangkum ada empat kemampuan yang harus dikuasai praktisi public relations (PR) dalam membangun relasi dengan media. Pendiri Piar Consulting Lolo Sianipar mengupasnya secara tuntas dalam workshop APPRIentice yang digagas APPRI, Selasa (13/10/2020).
Pertama, mengenal diri sendiri. “Hal pertama yang perlu kita tanyakan pada diri sendiri adalah apakah kepribadian kita cocok dengan pekerjaan ini?” ujarnya seraya bertanya.
Perempuan yang pernah berkarier di agensi multinasional Leo Burnett ini memberi contoh dari pengalaman pribadi. Ternyata, salah satu alasan di balik keberaniannya mendirikan agensi PR sendiri adalah karena ia memiliki hubungan yang erat dengan rekan-rekan media.
Kepribadiannya yang luwes inilah yang menjadi salah satu faktor Lolo mudah berinteraksi dengan media. Hingga potensi itu ditangkap oleh kliennya yang kemudian memberikan usulan, “Kenapa tidak buat agensi sendiri saja?” katanya seraya mengenang. Akhirnya, tahun 2011, Lolo mendirikan Piar Consulting.
Dari pengalaman itu, ia berkesimpulan, bahwa untuk membangun relasi dengan media perlu dilandasi oleh hati yang tulus (genuine), karakter senang bersosialisasi, dan terbuka di media sosial.
Kemampuan kedua, memahami lanskap media. Praktisi PR harus paham jenis-jenis media seperti TV, radio, cetak, juga digital. “Setelah memahami jenis-jenisnya barulah kita mencari tahu jumlah visitor atau pembaca, jangkauan media, sampai profil pembacanya,” ujar Lolo.
Tak kalah pentingnya, PR harus tahu struktur redaksi di dalam media yang bersangkutan. Tujuannya, untuk memudahkan proses tindak lanjut pemberitaan. Bahkan jika perlu, PR juga harus mengenal orang yang bertanggung jawab di divisi lain. Sebut saja, divisi promosi atau sales. “Jadi, jika kita memerlukan media untuk menjadi media partner, kita sudah mengetahui jalurnya,” ujarnya.
Komunikasi
Kemampuan ketiga, komunikasi. PR harus cakap ketika menjalin komuniaksi dengan rekan media, bahkan saat berkomunikasi via telepon. Lalu, kemampuan menulis formal maupun informal, komunikasi nonverbal, lobi, negosiasi, hingga bekerja di bawah tekanan.
“Di masa awal saya mendapat peran membangun hubungan dengan media atau media relations, saya pernah agak memaksa media mengonfirmasi kehadiran karena dikejar target,” ujar Lolo. Namun, menurutnya, cara ini tidaklah tepat. Agar kita dapat tetap mencapai target, tapi tidak tampak panik apalagi memaksa, kuncinya terletak pada sering berlatih. Dengan latihan menelepon dan menulis secara terus-menerus, PR bisa menghadapi segala sesuatunya dengan tenang, meski sedang berada di bawah tekanan.
Kemampuan keempat, membangun relasi. Dalam membangun relasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat basis data (database) media. Kemudian, memperhatikan hal-hal detail. Misalnya, memberikan ucapan selamat kepada rekan media di hari istimewanya. Seperti, ketika baru menikah, melahirkan, atau ulang tahun. “Jangan hanya mengontak rekan media di saat perlu. Upayakan tetap menjalin komunikasi kapanpun dengan mereka,” imbuh Lolo.
Hal lain yang perlu diingat, jangan bawa perasaan (baper). Misalnya, ada rekan media yang tidak membalas e-mail, pesan cepat, atau menjawab telepon. Terakhir, jangan menjanjikan hal yang tidak bisa kita tepati. (rvh)
- BERITA TERKAIT
- Tiga Institusi asal Indonesia Jadi Pemenang di Ajang AMEC Awards 2024
- Masih Ada Peluang, Pendaftaran Kompetisi Karya Sumbu Filosofi 2024 Diperpanjang!
- Perhumas Dorong Pemimpin Dunia Jadikan Komunikasi Mesin Perubahan Positif
- Berbagi Kiat Membangun Citra Lewat Kisah di Kelas Humas Muda Vol. 2
- Membuka WPRF 2024, Ketum Perhumas Soroti Soal Komunikasi yang Bertanggung Jawab