Ada fenomena menarik yang mewarnai dunia komunikasi jelang menutup setahun pandemi. Yakni, munculnya aplikasi baru Clubhouse. Pandemi memang menjadi kondisi ideal bagi lahirnya medium seperti ini.
Oleh: Jojo S. Nugroho, Managing Director IMOGEN PR
JAKARTA, PRINDONESIA - Ketika semua orang dibatasi geraknya, terisolasi dan putus asa terhadap hubungan sosial yang terbatas dalam jangka waktu panjang, lama-kelamaan timbul kebosanan dengan cara berinteraksi yang telah digunakan selama pandemi. Mulai dari aplikasi berbasis teks (Twitter), berbasis gambar (Instagram), hingga berbasis video pendek (TikTok). Audio pun menjadi alternatif alami yang langsung mendapat tempat, khususnya di hati generasi anak muda seperti milenial dan gen Z.
Jika podcast mengusung konsep audio satu arah, maka Clubhouse memungkinkan terjadinya interaksi dua arah. Menariknya, Clubhouse mengingatkan kita seperti kembali ke zaman “ngebrik”, demam radio amatir, yang terjadi pada dekade 1970-an hingga 1980-an. Ada tiga kode dan istilah khas para pengguna radio amatir untuk memecah keheningan, yakni “brik” (break), “rojer” (roger), “dikopi” (copy).
Dorongan ngebrik terjadi karena orang-orang ingin membangun jaringan ke pelbagai kalangan lewat ngobrol di udara. Dengan cara ini mereka bisa ngobrol panjang kali lebar tanpa takut dompet jebol karena tidak dikenai pulsa seperti telepon kabel yang tarifnya mahal ketika itu.
- BERITA TERKAIT
- Navigator Strategis di Tahun Politik
- Saatnya PR Unjuk Gigi di Masa Pemilu
- Pemilu dan Tren Isu yang Memengaruhi Strategi PR
- Top Isu yang Wajib Diwaspadai Humas Pemerintah Sepanjang 2024
- Pentingnya PR Membangun Narasi untuk Bumi yang Lebih Baik